Sunday 16 March 2014

Latihan Seru dan Sedu (10, 11, dan 13 Maret 2014)

Alhamdulillah sekali lagi bisa berlatih kembali. Senin kemarin latihannya masih di pendopo FIP. Diwajibkan membawa tongkat untuk berlatih berpedang. Saat itu olah tubuh dipimpin oleh kak Setep. Dia berhasil membuat saya pegal-pegal lagi. Tapi saya ikhlas. Olah tubuh berlangsung tidak terlalu lama, karena kami harus berlatih koreo lagi. Kami diajari gimana cara berpedang yang asik. Tapi kenapa saya merasa bahwa gaya berpedang saya malah jadi sok asik-_- Setelah cukup pegal latihan berpedang, kami diperbolehkan untuk melihat casting di pendopo.

Hari itu saya melihat casting untuk tokoh Alogo. Kandidatnya ada kak Setep, kak Sekh, kak Adi, kak Jawir dan kak Mussab. Saya menilai semuanya baik dalam pembacaan dialog. Tapi segalanya yang baik pasti ada yang lebih baik. Pak Deny selaku sutradara menyuruh kami memilih siapa saja yang terjelek untuk dieliminasi (dengan meneriaki namanya keras-keras). Saya tidak tega. Tapi yasudahlah. Terpilihlah kak Setep yang pertama tereliminasi. Kemudian kak Sekh dan dilanjutkan dengan kak Jawir yang keluar sendiri tanpa disuruh (tapi saya mendengar ada beberapa yang menyebut nama kak Jawir, sih). Terpilihlah kak Adi dan kak Mussab yang menstudikan tokoh Alogo. Ternyata saat kami latihan pedang tadi, telah dilakukan casting untuk tokoh Surung. Kak Nilam dan kak Adi yang terpilih.

Keesokkan harinya kami kembali memanjat pagar pendopo FIP yang masih digembok. Saya ikhlas. Sampai saya terluka pun, saya hanya bisa haha hihi sama Mia melihat luka saya yang lucu. Lalu kak Ju dan kak Risty bagaikan malaikat turun dari angkasa, mereka memiliki plester untuk menutupi luka saya yang cukup memilukan. Saya memilih plester dari kak Ju karena bergambar mobil mata-mata keren dari pelem Cars 2, cubangetz. Plester dari kak Risty dipake sama yayang Catur yang juga terluka kakinya. Memang benar kata Bunda Helvy, "proses kali ini akan sampai berdarah-darah".  Oh iya, hari itu untuk pertama kalinya saya melihat Bunda Helvy memanjat pagar pendopo FIP yang tak kunjung terbuka.

Hari itu, kami, para prajurit telah mengecewakan bapak Deny. Juga karena saya yang kurang perhatian terhadap lingkungan. Bapak Deny sudah memberikan konsep koreo, lalu kami disuruh memraktekkan koreo tersebut secara mandiri, dengan bantuan kak Kucing. Tapi katanya semua di antara kami tidak ada yang tahu mengenai koreo. Sebenarnya tahu, tapi tidak bisa menjelaskan dengan detail dan juga karena ingatan saya yang agak pendek. Juga sebenarnya saya tidak tahu kalau kak Kucing menanyakan koreo, yang seharusnya saya mengetahuinya. Maafin saya, pak. Saya khilaf.

Setelah itu kami kembali menyaksikan casting untuk tokoh Putri Balong Tapian. Kandidatnya ada kak Janah, kak Ziya, kak Mae, kak Xena, dan kak Risty. Kami kembali melakukan teriakan nama yang pembacaannya ter-kurang baik untuk dieliminasi. Tersisa kak Xena dan kak Mae. Kemudian kami melihat kak Nilam memerankan tokoh Surung dengan sangat keren dan lucu hahaha. Lalu kami pulang dengan bahagia.

Di hari berikutnya, pada kamis lalu, saya dijemput Kodok si ksatria motor matic. Terima kasih, kodok. Sampai di TKP (masih pendopo FIP) saya sudah melihat Malika dan bapak Deny sedang leha-leha di pendopo. Lalu saya merasa semakin jago memanjat pagar sialan itu, sudah tidak tersandung lagi seperti kemarin. Lalu mulai berdatangan lagi yang lainnya, seperti Fitri, Anita, Catur, Rista, dan lain-lain. Kemudian kami ketawa-ketiwi dan bapak Deny mengabarkan berita baik mengenai dana untuk pementasan. Alhamdulillah, beritanya baik. Lalu dua pahlawan pembawa galon dan dispenser, Watip Kecil dan Radit datang dalam keadaan lelah. Lalu saya dan Diah laper, pergilah kami ke depan untuk membeli makanan. Sampai ke pendopo lagi, ternyata olah tubuh telah dimulai. Sebenarnya saya tidak enak jika saya menyantap makanan dulu, tapi kalau olah tubuh dulu, saya takut kena penyakit maag lagi. Jadi terpaksa makan dulu, lalu tidak ikut olah tubuh-___-

Olah tubuh di hari itu terasa hambar, sampai saya menyadari bahwa listrik yang tersedia di sana dimatikan. Colokan listrik dan lampu. Ya listrik lah yah. Colokan listrik itu sangat berguna bagi kami saat latihan di malam hari: menyalakan lampu untuk penerangan di area pendopo yang gelap. Selain itu juga berguna bagi kami untuk menyeduh teh hangat, ketika energi kami telah habis setelah magrib. Kecewa? Tentu saja. Ketika kami berusaha merawat area pendopo FIP, tidak merusak, tidak mengganggu, dan dipakai untuk keperluan yang positif, malah diperlakukan seperti itu. Jahat! Seperti diusir secara halus. sehalus kulitnya Dian Sastro. Padahal, pendopo di FIP itu tidak pernah digunakan (karena pagarnya selalu digembok). Buat apa dibuat tempatnya kalau tidak pernah dipakai? #HufftBan93D. Tentu kami tidak bisa latihan di sana sampai malam. Mood sedikit hancur saat itu. Tapi dalam proses mood harus terus terjaga supaya mood orang lain juga tidak ikut rusak.

Lalu kami memutuskan untuk ke belakang Tercil, atau ke Alun-Alun, apalah itu namanya. Saya semakin malas karena melihat begitu banyaknya orang di sana. Sumpek, ga asik. Tapi apa boleh buat, latihan harus tetap dilaksanakan. Bapak Deny menugaskan kami untuk memperbaiki koreo yang sudah diberikan. Dengan arahan kak Dina, alhamdulillah koreo bisa dipraktekkan lumayan baik. Kesalahan-kesalahan sedikit demi sedikit telah berkurang.

Setelah itu kami berkumpul, mengobrol mengenai tanggal pentas dan lainlainnya, juga rencana-rencana kami mencari dana. Semoga semuanya berjalan lancar, semoga selalu dipermudah. Aamiin.

Kodok, kamu jangan bandel lagi, ya, jangan makan emi mulu. Cepat sembuh.

Putri Azka Gandasari (Balong) 

No comments:

Anugerah

Dari pinggiran trotoar yang kehilangan hangatnya matahari, seorang anak menangis setengah mengigil. Beberapa keping uang receh digenggaman...