Friday 22 September 2017

Setengah Tigaperempat.


Pada suatu hari ada anak kecil yang tidak memiliki kepala.
Tidak ada yang tau pasti bagaimana ia kehilangan kepalanya. Kata beberapa orang, kepalanya hilang di malam hari ketika maling datang dan mengira kepalanya adalah porselen cina yang mahal. Kata beberapa orang, kepalanya tertelan ikan hiu saat dia berlibur di pantai, kata beberapa orang, kepalanya dibuang oleh dia sendiri karena wajahnya sangat jelek dan masih banyak cerita-cerita lain mengenai kepalanya. Tapi yang pasti tidak ada kepala di atas lehernya. Begitu saja tidak ada apa-apa. Walaupun demikian dia sering memakai topi, panas katanya.
Waktu pertama kali dia datang ke kotaku, semua heboh. Bagaimana tidak ada seorang anak tanpa kepala datang ke pusat perbelanjaan dan belanja dengan santai. Orang-orang sibuk bertanya, beberapa merasa kasihan, beberapa merasa kagum dan beberapa menyalahkan. Tak seharusnya dia keluar rumah tanpa kepala. Tidak sopan. Hal ini jelas-jelas tidak menghormati budaya ketimuran, budaya nenek moyang.
Pada dasarnya banyak orang yang mendukungnya dan mengatakan tidak apa-apa tidak punya kepala. Bukankah itu hanya satu kekurangan saja? Toh pada dasarnya tidak ada manusia yang sempurna, lantas kenapa harus diributkan? Selama bisa berbuat kebaikan terhadap sesama manusia ya tidak ada ruginya memiliki kepala atau tidak adalah hak per individu.
Tidak perlu waktu yang lama, manusia tanpa kepala jadi sangat terkenal. Semua berita selalu mengenai dia. Koran-koran penuh dengan foto dia yang tanpa kepala. Aneh memangm biasanya orang dikenali di foto karena wajahnya. Namun kini semua media penuh dengan tubuh yang tak utuh.
Acara-acara talk show mulai sibuk dan menyiapkan acara untuknya seperti layaknya selebriti. Banyak acara yang mengundangnya, banyak pertanyaan yang diajukan tapi dia diam saja tanpa jawaban, hal ini mungkin dikarenakan tidak adanya kepala jadi otomatis tiak ada mulut. Anehnya di setiap akhir acara dia selalu mengatakan “terimakasih, selamat malam” lalu di pulang. Entah bagaimana dan entah darimana dia bisa berbicara dan entah kenapa tidak ada yang begitu peduli akan hal itu. Setiap kali dia mengatakan “selamat malam” seluruh penonton akan berteriak bahagia dan bertepuk tangan, selalu begitu. Selama talk show dia akan terdiam lalu terkadang mengubah posisi duduk, atau jika kebetulan suasana talkshownya sedih dia akan terlihat seperti mengelap airmata.
Kehadiran manusia yang tanpa kepala membuat banyak brand yang meniru sosoknya. Banyak barang yang dibuat tanpa kepala dan tentunya menjadi terlihat aneh. Muncul mobil yang hanya setengah tidak ada bagian depannya. Kereta tanpa lokomotif dan masih banyak lagi dan beberapa diantaranya tidak dapat berfunngsi sebagaimana mestinya.
Trend memang demikian adanya, bukan masalah fungsional kalau ternyata tidak berguna ya tidak apa-apa namanya juga trend.
Begitupun si anak tanpa kepala. Kini dia menjadi trend entah memiliki fungsi atau tidak. Namun dia tetap begitu adanya dan orang-orang tetap saja mempertanyakan bagaimana dia kehilangan kepalanyaa walau beberapa berpura-pura untuk tidak bertanya dengan pertimbangan kurang sopan. Beberapa berusaha  membantu, mendoakan mencarikan kepala dan masih banyak hal lainnya. Namun nyatanya si anak tetap saja tidak berkepala dan mereka tetap mendoakan
Kemayoran 22 September 2017


No comments:

Anugerah

Dari pinggiran trotoar yang kehilangan hangatnya matahari, seorang anak menangis setengah mengigil. Beberapa keping uang receh digenggaman...