Sore itu, seusai hujan muncul pelangi tepat di depan rumah seorang saudagar kaya. Si saudagar begitu kelihatan bahagia. Pelangi segera diikatnya dengan tambang-tambang yang kuat dan beberapa bagiannya dipaku. Si pelangi tidak bisa kemana-mana lagi.
Orang-orang berdatangan melihat pelangi. Beberapa
diantaranya malah memanjat naik ke atas pelangi dan menuliskan nama mereka. Si saudagar
tentunya tidak melepaskan kesempatan bisnis begitu saja. Setiap orang yang
datang dimintai uang dengan tarif yang berbeda, menyentuh saja, mendaki atau
berfoto malah ada paketannya segala semuanya disesuaikan dengan isi dompet
masing-masing.
Ketika malam tiba si pelangi kerap meronta dan menangis
ingin pulang. Tangisannya melolong memecah malam namun tidak ada yang begitu
peduli. Beberapa kasihan, namun bagimana lagi, memiliki pelangi yang bisa
dinikmati sepanjang masa bukanlah hal yang biasa.
Tidak butuh waktu lama, si pelangi mulai memudar dan warnanya rontok tak lagi
berkilau. Si saudagar tentu tak kehilangan akal. Dia dan beberapa pekerjanya
mulai mengecat pelangi. Mereka bekerja siang dan malam. Si pelangi kembali
berwarna dan indah walau di tiap malam lolongannya selalu menyayat hati.
Di suatu ketika di kala hujan sedang lebat-lebatnya. Sebuah pelangi
besar dengan kumis panjang melintang muncul di tengah kota berteriak-teriak
lantang dan mulai mengacak-acak seisi kota.
Pelangi besar memanggil dan mencari anaknya yang tak kunjung
pulang. Tiang-tiang listrik dicabut dan dilempar jauh-jauh, beberapa rumah
penduduk diinjak hingga rata dengan tanah. Orang-orang panik dan berdatangan ke
rumah si saudagar meminta agar anak si pelangi dilepaskan
“Bodoh sekali kalian,
sudahkah kalian lupa bahwa hanya dengan 1 pelangi saja desa kita sudah menjadi
sangat kaya, banyak turis yang berdatangan membawa uang, warung-warung laku dan
anak-anak bisa sekolah tanpa menunggak bayaran. Apa kalian tidak bisa
membayangkan kalau kita memiliki 2 pelangi?
Mengangguk-angguk sejenak, terdiam dan mengiyakan.
Masing-masing membawa tambang kapak dan pasak besar. Kita akan
menangkap pelangi. Si pelangi masih sibuk mengamuk menghancurkan rumah-rumah
dengan tiang listrik saat sekumpulan warga datang dan mulai mengayunkan kapak
ke kaki pelangi besar. Tidak berdarah. Hanya pijaran warna yang menyembur dari
retakan di kakinya disusul lolongan panjang penuh kemarahan dari pelangi besar.
Si pelangi besar menendang ke sana kemari dengan sangat liar. Orang-orang
beterbangan layaknya daun kering. Beberapa takut beberapa terdiam namun hanya
sesaat. Orang-orang kembali dengan jumlah yang lebih banyak mengayunkan kapak ke
kaki pelangi besar. Orang-orang ketakutan memanggil nama tuhannya masing-masing dan
sejenak kemudian dengan semangat berani mati kembali menyerang pelangi besar. Beberapa
malah mulai memanjat ke pundak pelangi besar dengan kapak dan pacul. Dari mulai
kaki sampai punggung pelangi besar kini penuh dengan retakan dan pijaran warna
yang tak hentinya menyembur. Kota penuh warna yang berceceran dan orang-orang
berlumuran warna.
Si pelangi besar sesekali berteriak kesakitan tak berdaya
dan pelan-pelan tersungkur.
Warga berteriak riang dan bahagia.
Pelangi besar yang kini tak berdaya diikat dengan tambang
besar dan diseret ke depan rumah saudagar. Si pelangi kecil menangis histeris
tak henti dan meronta namun tambang dan pasak yang mengikatnya jauh lebih kuat.
Gontai dan lunglai si pelangi besar memeluk pelangi kecil. Tidak ada yang
peduli, mereka tetap mengikat dan memasang pasak sementara pelangi besar dan
pelangi kecil tak henti menangis. Saudagar tertawa puas. Tidak banyak orang yang
memiliki dua pelangi di halaman rumahnya.
Demikianlah orang-orang kembali berdatangan untuk mengagumi
kedua pelangi seperti sebelumnya. Beberapa kelompok yang menamakan dirinya sebagai
kelompok pecinta pelangi menyatakan keberatannya dan meminta saudagar untuk
melepaskan pelangi. Tapi tidak ada yang berbeda, pelangi tetap terikat dengan
pasak besar, saudagar tetap tertawa bahagia di depan rumahnya dan orang-orang
berdatangan untuk berfoto. Hingga pelangi-pelangi itu memudar dan lesu. Tak ada
lagi tangis. Hanya warna-warna yang kehilangan warna.
Hingga pada suatu senja yang penuh semburat, muncul pelangi
baru dengan rambut hitam panjang semampai melangkah gontai sambil menangis
tersedu-sedu mencari suami dan anaknya yang tak kunjung pulang.
Orang-orang sejenak mengagumi keanggunan pelangi. Hanya sejenak lantas mereka mulai mengambil tambang,
pasak dan kapak. Hari belum malam kala itu tapi matahari terlihat begitu
buru-buru untuk beranjak.
Kemayoran 28 Agustus
2017
2 comments:
Post a Comment