Monday 9 June 2014

Surat Untuk Ayah

Kau lihatkah sawah yang setiap hari mengering
dan padi kuning jadi semak belukar

Traktor-traktor yang dulu gagah memutari sawah kita,
kini merenung menggigil berharap karat pada tubuhnya mengelupas satu demi satu
Sementara para petani sibuk mengurus ujian pegawai negeri karena katanya itu lebih menjanjikan 
Tidakkah kau lihat sawah kita kini hanya lumpur penuh lintah dan pacet yang terperangkap
bahkan tikuspun kelaparan disawah kita.

Hamparan sawah yang dulu menghampar kuning kini meranggas dan terlihat menakutkan
 Ada masa
para ibu selalu menitipkan bayi mereka pada padi yang mulai menguning
Dan kau beserta ayah-ayah yang lain selalu menghias padi kita dengan senyum dan tawa

Lihatlah
Para ibu tidak lagi menitipkan bayi pada rimbun pepadi yang menguning
tidak ada lagi ribaan di balik rimbun
Sementara para ayah memilih menghabiskan waktu bermain judi dan berbicara politik yang bahkan tidak mereka pahami



Rawamangun, 11 Maret 2012 

No comments:

Anugerah

Dari pinggiran trotoar yang kehilangan hangatnya matahari, seorang anak menangis setengah mengigil. Beberapa keping uang receh digenggaman...