Genap dua minggu bengsas latihan untuk proses Alogo, yang
artinya sudah enam kali kami latihan. Ah, lagi-lagi saya tidak diperbolehkan
mengikuti olah tubuh oleh bapak dan teman-teman. Padahal katanya olah tubuh itu
menyehatkan. Seperti candu bagi saya.
Kamis, 13 Maret.
Sebenarnya bengsas sudah punya tempat latihan yang enak dan
nyaman, di pendopo FIP. Namun semua berubah, saat negara api menyerang.
Maksudnya saat satpam di sana menegur kami dengan alasan kebersihan. Dan
tetiba, aliran listrik di sana dimatikan. Pupus sudah niat baik kita membawa
dispenser untuk membuat teh manis hangat. Padahal, setiap sebelum latihan, kami
tetap memanjat pagar yang masih dikunci dan juga selalu membersihkan lokasi. Dan
tidak membuang sampah sembarangan. Hanya membuang luka lama. Dengan berat hati,
kami pindah ke alun-alun UNJ selepas azan Maghrib.
Kembali latihan. Para prajurit sudah berlatih pedang dengan
mantap menurut saya. Dan saya masih hanya boleh duduk melihat.
Dilanjutkan reading sebentar yang dikhususkan untuk Alogo dan Putri Tapian. Tak
lama kemudian, kami berkumpul bersama bunda Helvy. Kami mendapat kabar bahwa
kami punya tempat latihan baru, yang hanya boleh dipakai setiap hari Senin sampai
Jumat di daerah Salemba. Terbesit pikiran di benak saya, jika kami latihan di
Salemba sana, berapa lama perjalanan dari UNJ ke Salemba, dan tentunya akan
menyita waktu latihan kami bukan?
Oh iya, selesai latihan Kamis malam kemarin, kami serempak
mengeluhkan kondisi tempat latihan yang tidak memadai ke akun twitter yang
katanya resmi dimiliki oleh UNJ. Seperti berorasi, seru rasanya.
Sampai ada
tanggapan dari kak Makibo kepada Mega, yang katanya begini:
Lalu saya bingung. Saya sedih. Saya lapar. Apa kami salah jika kami ingin berkarya?
Salam manis, kodok.
1 comment:
kalo lapar jangan mam emi ya kodok. inget, jangan emi.
Post a Comment