TOKOH-TOKOH
Karya: Sumihar
Deny Tampubolon
Bengkel Sastra Jakarta
Dilarang
mementaskan naskah ini tanpa seizin dari penulis atau Bengkel Sastra Jakarta
SUATU MALAM, DI SEBUAH KAMAR. TERDAPAT MEJA BELAJAR LENGKAP DENGAN LAMPU DUDUK. SEORANG PRIA BERPERAWAKAN 50 TAHUNAN SEDANG SIBUK MENGETIK NASKAH. DI SUDUT PANGGUNG TERDAPAT BEBERAPA TOKOH SEDANG DUDUK DI SUATU TEMPAT LAYAKNYA DI RUANG TUNGGU. MEREKA MENGAMATI PENULIS NAMUN TIDAK MEMBERIKAN RESPON APA-APA. POSISI STATIS
SUATU MALAM, DI SEBUAH KAMAR. TERDAPAT MEJA BELAJAR LENGKAP DENGAN LAMPU DUDUK. SEORANG PRIA BERPERAWAKAN 50 TAHUNAN SEDANG SIBUK MENGETIK NASKAH. DI SUDUT PANGGUNG TERDAPAT BEBERAPA TOKOH SEDANG DUDUK DI SUATU TEMPAT LAYAKNYA DI RUANG TUNGGU. MEREKA MENGAMATI PENULIS NAMUN TIDAK MEMBERIKAN RESPON APA-APA. POSISI STATIS
Ide ide ide
Datang tiba-tiba pergi
tiba-tiba
ide ide ide
Kalau tak datang aku
menghayal
Ide ide ide
Kalau datang aku melamun
Ide ide ide
Di sini ide di sana ide
Ide ide ide
Penulis : (mengetik) Di sebuah
negeri yang aman dan damai, hiduplah seorang petani miskin beserta istrinya.
Walaupun mereka miskin, namun mereka adalah pasangan yang saling setia. (melihat naskahnya sebentar)
Ah, tidak-tidak.
Awalan ini tidak terlalu bagus. Sudah terlalu banyak cerita yang menceritakan
sepasang suami istri yang miskin namun saling setia. Aku harus membuat ide
cerita yang belum penah ditulis siapapun
(kembali mengetik). Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang gadis
kecil. Gadis kecil ini sudah lama kehilangan ibunya. Menurut ayahnya, tidak
baik jika seorang anak perempuan tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu, maka
ayahnya memutuskan untuk menikah lagi. Oleh karena itu, gadis kecil tadi
memiliki seorang ibu tiri. Sayangnya ibu tiri yang seharusnya memberikan kasih sayang yang tulus tidak memiliki
perhatian lebih kepada si gadis kecil. Dia hanya menginginkan harta dari ayah
gadis kecil tadi (berfikir sejenak).
Lah, ko jadi mirip
Cinderela? Cinderela kan sudah diketahui hampir semua orang. Tidak-tidak, aku
harus membuat cerita yang belum pernah dibayangkan oleh siapapun. Hanya cerita-cerita seperti itu yang akan menjadi legenda. Hingga
nanti aku akan menjadi terkenal sebagai penulis legendaris.
(kembali menyalakan
rokok dan mengerenyitkan dahi seolah-olah berfikir keras, memain-mainkan pulpen lalu tertidur. Tiba-tiba para tokoh yang sedari tadi diam, perlahan-lahan
bergerak. Gerakan dibuat seolah-olah para tokoh sudah berada dalam posisi
statis yang cukup lama)
Tokoh 1 :
Bah, dari
tadi nungguin penulis bodoh ini menyelesaikan naskahnya. Boro-boro selesai, kita saja belum kebagian
karakter. Masa kita masih tetap kosong? Kalau tau begini, aku lebih baik cari
penulis lain saja yang mampu memberikan karakter yang hidup.
Tokoh 2 : Heh,
jangan begitu, hati-hati kalau ngomong lho. Kamu berani melawan penulis? Kisah kita ada di tangan
dia lho. Sekali dia nulis (berlagak menulis) Kamu mendapat peran sengsara dari awal naskah hingga selesai, maka kamu tidak akan
bisa melawan kehendaknya. Sengsaralah kau sampai akhir naskah. Mau begitu?
Tokoh 1 : Sengsara sampai akhir bagaimana?
Coba kau lihat itu. Sedari tadi hanya berfikir. Berfikir terus. Menulis sebentar, merobek
sebentar. Habis kertas jadinya, tapi naskahnya masih dalam imajinasi. Malah
sepertinya kita tidak akan lahir. Tetap saja seperti ini. Menjadi patung dalam
dunia abstrak.
Tokoh 3 : Sudah, sabar. Kita tunggu saja,
mungkin nanti dia akan bangun, terus menyelesaikan naskah yang sedari tadi belum
dia kerjakan. Dia kan juga ingin
lekas-lekas menyelesaikan naskah ini. Dengar-dengar dia itu penulis hebat. Sudah banyak naskahnya yang mendapat penghargaan. Jadi, bisa saja kali ini
dia mengalami yang namanya writer blok,
atau semacam kehilangan imajinasi.
Jadi jangan sepelekan dia.
Tokoh 2 : Iya, paling sebentar lagi dia
terbangun.
Tokoh 1 : (mendengus). Ah sudahlah, lupakan saja. Aku kesal jadinya. Oh iya, apa kalian bisa
membayangkan kira-kira kalian mendapat peran apa? Kalau aku, aku sangat ingin menjadi
superhero, yang bisa terbang tentunya.
Tokoh 2 : Ah, kalau itu sih kita kan sama-sama tidak tahu. Tapi sepertinya aku tahu
gambaran tentang kehidupan yang akan diberikan padaku nantinya.
Tokoh 1 : Bagaimana kau tahu? Kan katamu tadi kita sama-sama
tidak tahu.
Tokoh 2 : Hahahahha, dasar culun. Jika kita sopan dan
menghormati penulis kita, apalagi memujanya, niscaya kehidupan yang akan diberikan kepada kita
adalah kehidupan yang nikmat. Karena aku selalu bersikap sopan terhadap penulis,
maka dapat dipastikan, nantinya aku akan mendapat kehidupan yang sangat bahagia
tentunya. hehehehhe.
Tokoh 3 : Bagaimana kau bisa tahu?
Tokoh 2 : Ya aku tahu begitu saja.
Tokoh 3 : Ya tak bisa begitu, kau harus
memiliki bukti yang akurat supaya orang bisa percaya padamu.
Tokoh 2 : Kamu ini, dibilangin tidak percaya
ya. Coba kamu lihat rekan kita si Aladin pada cerita 1001 malam. Dia mendapat
kehidupan yang bahagia kan pada akhirnya? Itu karena dia menghormati
penulisnya. Terlebih saat dia belum dilahirkan.
Sama saja dengan
Supermen, tau kan? Dia mendapat peran yang sangat hebat. Memiliki kekuatan
super, dari matanya bisa ada laser, dikenal semua orang, terus menjadi
legenda. Memiliki banyak fans. Nah, itu semua karena dia menghormati
penulisnya.
Tokoh 1 : Bagaimana kau bisa tahu? Jadi
dulunya supermen itu baik sama penulisnya? Tidak pernah melawan, gitu?
Tokoh 3 : Ya, bagaimana kau bisa tahu? Memangnya kau pernah ketemu
dia? Jangan-jangan kamu hanya mengada-ngada saja.
Tokoh 2 : Hahahahha, ini dia nih, ini dia
calon orang-orang susah. Bagaimana kalian bisa bermimpi dapat kehidupan yang
lebih baik kalo informasi saja kalian tidak up
to date.
Memangnya kalian
tidak pernah baca tabloid apa?
Tokoh 1 dan 3 : (bersamaan)
Engga!
Tokoh 2 : itu dia masalahnya. Kalo kalian baca
di tabloid-tabloid, atau kalau di koran-koran, kan banyak tuh tips-tips dari
para selebriti kita.
Misalnya tips-tips disayang
istri, tips-tips menghadapi pacar posesif, tips-tips pekerjaan yang cocok
sesuai dengan weton, tips-tips mencari jodoh, tips-tips menjaga kebugaran,
tips-tips menjaga harmonisasi antar hubungan suami istri. Nah, ada banyak. Bagaimana mengerti ?
Tokoh 3 : Saya tidak ngerti
Tokoh 1 : Aku tak mengerti kau ngomong apa.
Tokoh 2 : Bagian mana yang kalian tidak
mengerti?
Tokoh 3 : Surat kabar itu apa?
Tokoh 1 : Tips itu apa?
Tokoh 2 : Hah? Kalian tidak tahu?
Tokoh 1 dan 3:
Enggak! (bersamaan)
Tokoh 2 : Ah, pantes. Kalian baru pertama
kali lahir di imajinasi ya?
Tokoh 1 : Iya
Tokoh 3 : Saya juga, maksud kamu gimana? Baru
pertama kali lahir? Memangnya bisa lahir berapa kali?
Tokoh 2 : Lha iya, kalian baru pertama kali
lahir di dunia imajinasi. Maksud saya
kalian belum pernah lahir di imajinasi
penulis yang lain sebelum ini ya?
Tokoh 3 : Lahir di imajinasi penulis lain?
Tokoh 1 : Lha, memangnya bisa?
Tokoh 2 : Ya bisalah. Dengar ya, kita ini
sebagai ide, lahir dan hilang bersamaan dengan imajinasi-imajinasi penulis. Ya
kalau imajinasi penulisnya bagus dan dia mengerti cara mengolahnya, jadilah
ide-ide itu menjadi cerita, jadilah tokoh-tokoh yang akan berperan dalam
cerita. Saya saja, sudah pernah lahir di imajinasi penulis yang lain. Namun, dia tak kunjung menyelesaikan tulisannya. Makanya
saya pergi dari imajinasinya dan mencari penulis lain dengan imajinasi yang
lain.
Begini-begini saya
sudah berapa kali keluar masuk imajinasi penulis. Nah, saat-saat seperti itulah
saya banyak belajar, banyak baca buku, banyak bertemu teman-teman yang lain. Jadi saya
tahu banyak. Tidak seperti kalian yang baru lahir. (dengan nada sombong)
Jadi, hitungannya
saya senior di sini.
Tokoh 3 : Senior itu apa?
Tokoh 2 : Hah? Kalian juga belum tau apa itu
senior?
Tokoh 3 : Engga. Kan tadi saya nanya. Kalo saya tau, saya gak
mungkin nanya dong
Tokoh 2 : Kamu tau (ke tokoh 1)
Tokoh 1 : Heh? Hehehheheh (mesem-mesem)
Tokoh 2 : Mesem-mesem gak jelas.
Jadi denger nih.
Dengerin ya. Denger gak nih (sedikit
membentak)
Senior itu adalah
orang yang lebih tua atau orang yang pengetahuannya lebih luas. Kalo kalian masih tidak
tahu arti pengetahuan lebih luas itu
sama saja artinya dengan lebih pintar. (sikap
jumawa)
Nah, kalau orang yang lebih muda atau lebih bodoh atau yang kurang pintar namanya
junior.
Dan peraturannya
junior itu harus nurut sama senior. Karena
senior lebih tua. Begitu peraturannya. Kalian mengerti apa tidak?
Tokoh 1 : Lha, ko begitu? Terus, kita jadi junior dong?
Tokoh 2 : Ditanya mengerti apa tidak malah
nanya balik. Dijawab dong makanya
Tokoh 1 : Iya, iya kami mengerti
Tokoh 3 : Saya juga mengerti ko (tidak mau kalah)
Tokoh 1 : Jadi kita jadi junior?
Tokoh 2 : Tuh kan, masih aja nanya. Lha iya
kalian jadi junior. Coba siapa duluan ada diruang imajinasi ini? Kalian atau
saya?
Tokoh 3 : Iya sih, saat saya muncul sudah ada kalian berdua. Jadi saya tidak tahu
siapa duluan yang hadir di ruang imajinasi ini.
Tokoh 2 : Hayo (kepada tokoh 1) antara kau dan aku, siapa duluan yang hadir diruang
imajinasi ini? Jangan bohong
Tokoh 1 : (Bingung) saat saya muncul disini,
kamu sudah ada. Lalu dia menyusul (menunjuk
tokoh 3)
Tokoh 2 : Nah, itu artinya sayalah senior
disini. Jadi kalian harus nurut sama aku .
Tokoh 1 : Ko gitu? Aku masih tidak mengerti
Tokoh 2 : Kalian ini pernah punya otak apa
tidak ya? Begini, aku kan hadir duluan,
jadinya aku yang paling tua, yang paling pinter yang paling mengerti apa saja
daripada kalian. Nah, kalian yang munculnya belakangan jadi adik-adikku. Begitu
peraturannya. Masa kalian tidak mengerti begitu saja? Biasanya kalo orangnya
pintar gampang mengerti lho.
Tokoh 1 :
Iya aku mengerti (tak mau dibilang
bodoh)
Tokoh 3 : Apalagi aku, sudah mengerti dari
tadi malah. Makanya saya tidak nanya. (tidak
mau kalah dengan tokoh 1)
Tokoh 2 : Nah, begitu dong.Kalian berdua memang
pintar. Karena kalian pintar, maka mulai sekarang panggil saya kakak ya.
Tokoh 1 : Aku
manggil kau kakak, tapi aku kan datangnya duluan dari dia (menunjuk tokoh 3), jadi dia panggil aku kakak
juga?
Tokoh 2 : Iya
benar itu. Kamu
sudah semakin pintar. Kamu harus dipanggil kakak sama dia.
Tokoh 3 : Terus,
yang manggil saya kakak siapa?
Tokoh 2 : Ya kamu berdoa saja, supaya penulis itu memikirkan
tokoh lagi dalam imajinasinya. Nanti kalo masih ada tokoh yang muncul, ya dia itu yang manggil kakak ke kamu.
Tokoh 3 : Begitu
ya?
(semangat) Semoga penulis itu memikirkan tokoh baru, jadinya ada
tokoh yang akan memanggilku kakak. Hahahahaha (tertawa girang, membayangkan ada orang yang memanggilnya kakak)
Tokoh 2 :
Nah, karena aku adalah kaka kalian maka tidak ada salahnya jika kalian memijit
pundakku. Aku pegal dari beberapa bulan yang lalu berpindah-pindah dari
imajinasi penulis yang satu kepenulis yang lain.
Tokoh 3 : Iya kak. (memijat pundak tokoh 2) hey bantuin
Tokoh 1 : Iya, aku juga ikut memijit. (kepada tokoh 2) tapi nanti kamu pijitin
aku ya, aku kan masih kakakmu
Tokoh 3 : Iya (dengan nada mengeluh) terus siapa yang bakalan mijitin saya.
Tokoh 2 : Kamu tidak boleh mengeluh. Harusnya
suatu kebanggaan bagimu bisa memijit pundah kakakmu. Bukankah aku lebih tua
darimu
Tokoh 3 : Iya kak. Maafkan saya
Tokoh 2 : Nah, gitu dong
Tapi ngomong-ngomong
sampai kapan kita ada diruang imajinasi ini? Sepertinya penulisnya masih belum
memiliki ide yang jelas, masa saya harus pindah ke imajinasi penulis yang
lain? Saya sudah capek mencari penulis lagi.
Tokoh 1 :
Iya kak, aku juga bingung belum dapat peran apa-apa. Satu dialog pun
belum diberikan. Lagipula, kenapa sih tulisan-tulisan yang sudah dia ketik itu
musti dibuang dan dirobek. Tinggal nulis aja repot banget ya? Selama peran yang
aku dapat menarik, ya aku tidak ada
masalah apa-apa. Dia itu kan penulis. Dia itu Tuhannya, memangnya apa susahnya buat dia?
Tokoh 2 :
Penulis juga tidak sehebat itu. Kan sudah saya katakan tadi. Entah sudah
berapa penulis yang saya lewati. Namun, cerita tidak kunjung usai. Kau kan baru
menemui satu penulis. Jadi sabar saja dulu.
TIBA-TIBA DI PANGGUNG MUNCUL SATU KARAKTER YANG
BARU. DIUSAHAKAN TEKNIK PEMUNCULAN KARAKTER YANG BARU SEOLAH-OLAH HADIR BEGITU
SAJA DI PANGGUNG (HADIRNYA BUKAN DARI WING) LANGSUNG HADIR DI TENGAH-TENGAH
TOKOH YANG SEDANG BERBICARA. TOKOH YANG LAIN TERKEJUT. (BISA JUGA PEMUNCULAN
DARI WING. TOKOH YANG MASUK BERTINGKAH SEPERTI ORANG LINGLUNG)
Tokoh 1 : Hey, apa-apaan ini kenapa tiba-tiba
ada orang lain. Siapa kau? Apa yang kau lakukan di sini? Kau membuatku kaget
Tokoh 4 : (ketakutan) ah ih, uh (berusaha
berbicara, namun gagap)
Tokoh 1 : Apa? Hah, hih huh, kamu ngomong apa? Ayo yang jelas ngomongnya, kau membuatku
kaget.
Tokoh 4 : Hah, hih, huh, gauh, guhhh
Tokoh 1 : (kepada
tokoh 2) dia bilang apa sih?
Tokoh 2 : Hem, (berlagak bijaksana) sepertinya dia adalah tokoh keempat yang akan
muncul di cerita ini. Sepertinya penulis kita memiliki tokoh yang baru untuk
ceritanya
Tokoh 3 : Hore, hore, wuuuuu yeeeaaahhhhh. (menari-nari kegirangan)
Akhirnya ada yang
memanggil kakak ke padaku. Dia lebih muda dariku bukan? Aku jadi kakaknya kan?
Yeeeaaaahhhhh
Tokoh 2 : Yup itu benar adanya (masih berlagak bijaksana)
Tokoh 4 : (kebingungan)
gah, gih, guhh, auuhhh
Tokoh 3 : ayo pijit punggungku, aku kakakmu.
Kau harus memanggil kakak padaku. Dan karna aku lebih tua maka aku boleh
menyuruhmu. Ayo pijit cepat. (menarik
tangan tokoh 4 untuk memijit punggungnya)
Tokoh 4 masih kebingungan, namun karena dipaksa
memijit. Antara sadar dan tak sadar dia memijit punggung tokoh 3 juga.
Sementara itu tokoh 3 kegirangan karena akhirnya ada yang memanggil dia dengan
sebutan kakak.
Tokoh 4 : Gah, gih guh
Tokoh 3 : (pura-pura mengerti) iya-iya aku mengerti. Kamu pasti bangga bisa
memijit pundak kakakmu kan? Hahahaha. Aku dipanggil kakak
Tokoh 4 berusaha komplain. Namun suara yang muncul
hanya gah, gih, guh yang tak dimengerti tokoh lain
Tokoh 3 : Hei, bagaimana kau melakukan itu?guh, gah, guh guh
guh gih?
Hahahaha, kamu memang
lucu. Ayo teruskan memijit pundak kaka. Hahahhaha
TOKOH 4 MASIH BERUSAHA KOMPLAIN. NAMUN LAGI-LAGI
YANG MUNCUL HANYA SUARA GAH, GIH, GUH DITAMBAH GESTURE YANG LUCU DARI TOKOH 4.
SEHINGGA TOKOH YANG YANG LAIN MALAH MENTERTAWAKAN TINGKAH LAKUNYA. PUTUS ASA, TOKOH 4 PUN MENGGEBRAK KURSI DAN
MENUNJUKKAN EKSPRESI MARAH.
Tokoh 4 : Guh, gah, guh, gah, gah (Dengan ekspresi kemarahan yang luar biasa,
namun gesture masih tetap lucu)
Tokoh 3 : (berbisik),
lho. Ko dia bisa marah? Bukankah dia harus nurut pada kita? Kita kan kakaknya?
Tokoh 2 : (masih berbisik)
Entahlah, aku belum pernah tahu ada tokoh yang berani melawan tokoh yang lebih
senior. Coba kamu tanyakan ada apa dengan dia.
Tokoh 1 : Heh, aku tak berani. Tidak kau
lihat badannya yang besar? Bisa-bisa aku ditonjok nanti. Eh kau (pada tokoh 3) kau kan yang membuatnya
marah, coba kau tanya apa maunya dia
Tokoh 3 : Ah, aku tak berani. Apa tidak kau
lihat, sekali pukul, kursi itu langsung rusak
SAMBIL BERDISKUSI, TOKOH 4 YANG BERBADAN BESAR
BERJALAN IBARAT RAKSASA MENUJU KE KUMPULAN TOKOH YANG SEDANG BERDISKUSI, SAMBIL
SESEKALI MENGGEBRAK KURSI YANG MENGHALANGI JALANNYA. TOKOH 1, 2 DAN 3, DISKUSI
SAMBIL BERJALAN MUNDUR KETAKUTAN MENGHINDARI TOKOH 4
Tokoh 2 : Iya benar itu. Ayo cepat tanyakan
kenapa dia seperti itu. Atau kamu minta maaf saja, cepat
Tokoh 3 : Iya, iya (dengan gugup)
(kepada tokoh 4) hei.
Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu marah. Tapi memang begitulah peraturannya.
Maafkan aku ya.
Tokoh 4 : Guh gah gah guhhhhh (masih dengan
ekspresi marah)
Tokoh 3 : Bagaimana ini (kepada tokoh 1 dan
2)
Tokoh 1 : Ayo minta maaf lagi, dengan lebih
serius. Kalau tidak kita bisa dihajar sama dia.
TOKOH 3 KEMBALI MEMINTA MAAF, NAMUN LAGI-LAGI,
TOKOH 4 MALAH MARAH DAN MELEMPAR KURSI TOKOH 3 MENGADUH DAN KETAKUTAN
Tokoh 2 : Sepertinya senior harus turun
tangan. Look and learn (pada tokoh 1 dan 3)
(mengambil permen
lolipop dan mengemutnya) ehm, enak. Ehmmm, enak sekali. Kamu mau (memberikan
permen yang satu lagi pada tokoh 4)
Tokoh 4 : Guh… Gahh.. (nada penasaran)
Tokoh 2 : Nih, enak ko. Tidak ada racun.
TOKOH 4 DENGAN TAKUT-TAKUT MENGAMBIL LOLIPOP YANG
DIBERIKAN TOKOH 2, MEMAKANNYA DAN SEPERTINYA DIA SUKA
Tokoh 4 : KAAAAAKAAAAAA!!!!! (memanggil kaka
pada tokoh 2)
Tokoh 2 : apa kubilang. Masalah seperti ini
memang harus diselesaikan oleh senior (kepada tokoh 1 dan 3)
Tokoh 3 : Akhirnya jiwaku terselamatkan.
Fiuhhh
Tokoh 2 : Oke,
oke.. oke..kalian sudah lihat kehebatanku bukan? Itulah bukti kesenioranku. Nah
sekarang, sebagai senior tentunya. Aku ingin kalian membantuku
Tokoh 3 : Hah ? membantu? Membantu apa kak?
Kami pasti akan membantu kaka senior
Tokoh 1 : Ya, itu pasti. Kami akan membantu
Tokoh 4 : (masih mengemut permen) guh gah
Tokoh 2 : Begini. Kalian tentu tahu, kalau
aku sudah sangat bosan berada dalam dunia imajinasi ini. Aku sudah bosan
mencari penulis-penulis yang kelak membawaku kedalam ceritanya. Nah sekarang.
Aku ingin kalian memanggilkan penulis itu padaku. Bawakan dia padaku. Aku ingin
dia secepatnya menyelesaikan tulisan ini.
Tokoh 3 : Tapi kak? Dia kan penulis. Dia itu
dewa. Bagaimana kalau nanti dia mengutuk kita?
Tokoh 2 : Ah, kalian ini tahu apa? Walaupun
dia dewa, walaupun dia penulis. Tapi lihat. Sedari tadi dia hanya tidur.
Sebentar menghayal, sebentar ganti posisi, sebentar tidur, sebentar terkentut
(dengan nada kesal).
Tokoh 1 : Tapi bagaimana kalau nanti dia
memberikan kita cerita yang menyedihkan?
Tokoh 2 : Nah, itu dia, yang akan kita
lakukan adalah memaksanya untuk membuatkan cerita dengan ending yang menarik
dan setiap dari kita mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Aku ingin seperti
superhero. Kalau kita memaksanya. Kemungkinan dia akan menuruti kemauan kita.
Bagaimana? Apakah kalian setuju
Tokoh 3 : Tapi aku tidak berani kakak, coba
lihat bahkan dalam tidurpun dia masih mengeluarkan suara saktinya (menunjuk
kepada penulis yang tidur mendengkur)
Tokoh 2 : Bodoh. Itu kan dengkuran
Tokoh 1 : Aku juga kurang berani. Aku tidak
sanggup memikirkan apa yang akan dia lakukan kepada kita jika kita berani
melawannya.
Tokoh 2 : Ahhhhh, sudahlah. Memangnya kamu
tidak mau menjadi superhero? Menjadi tokoh yang bisa terbang? Yang membasmi
kejahatan? Yang dipuja-puja setiap orang. Percayalah padaku, kalau kita tidak
melakukan ini. Naskah ini tidak akan selesai dan lagipula bisa saja kita
mendapat peran yang buruk. Tidak mustahil kan kalau tiba-tiba kau mendapat
peran menjadi pengemis miskin yang hidup di kolong jembatan. Memangnya kamu
mau? Tentu tidak bukan?
Tokoh 1 : ehm, ehm, em. Sebenarnya aku juga
takut mendapatkan peran yang seperti itu. Aku hanya ingin menjadi superhero.
Tapi benar juga. Tidak tertutup kemungkinan dia memberikan kita peran yang
buruk.
Tapi aku tidak berani
menggangu penulis
Tokoh 2 : ah, kau memang pengecut. Katanya mau
menjadi superhero. Hei kamu (menunjuk tokoh 4) bagaimana dengan kamu. Apakah
kamu sama penakutnya dengan dia? Apa kamu mau tetap seperti sekarang ini?
Tokoh 4 :
gah, guh, gah guh (menunjuk permennya, seolah-olah mau meminta permen
lagi)
Tokoh 2 : iya. Iya nanti aku berikan lagi
yang penting kamu mendukungku tidak
Tokoh 4 : Gah guh gah guh (menyatakan setuju
dan ekspresi senang)
Tokoh 2 : huh, jadi yang mendukungku hanya
dia? Itupun karna permen. Jadi kalian berdua bagaimana? (pada tokoh 1 dan 3)
Apakah kalian akan tetap tidak mau? Memangnya kalian tidak malu kalah sama dia
(menunjuk tokoh 4 )
Tokoh 3 Katamu kamu mau jadi superhero.
Ayo harus dibiasakan dari sekarang dulu. Jadi nantinya jika kamu sudah
mendapatkan peran superhero maka kamu tidak kaget lagi. Superhero itu selalu
mengutamakan kepentingan umum.
Tokoh 1 : Lha, apa hubungan obsesiku menjadi
superhero dengan membangunkan dia dari tidurnya? Itu sama sekali tidak
berhubungan. Kalian hanya mengada-ada supaya aku terpedaya dan mau mengorbankan
diri. Iya kan?
Tokoh 2 : alaaahhh. Bukan itu maksudku. Kau
kan ingin jadi superhero. Nah, menjadi superhero berarti menjadi tokoh yang
berani mengorbankan kepentingan diri sendiri demi kepentingan orang lain. Oleh
karena itu kau harus membiasakan diri mulai dari sekarang. Dan siapa tau nanti
penulis bodoh ini melihat potensi superhero dalam dirimu dan menjadikanmu
sebagai superhero. Bagaimana? semuanya itu harus ada awalannya. Jika jiwa
superheromu mulai dipupuk dari sekarang, maka kemungkinan besar, kau akan
menjadi superhero beneran. Jika nanti kau terlahir, maka kau akan terlahir
sebagai superhero sungguhan, memiliki kekuatan super, memiliki banyak fans, dan
kau akan mengalahkan para penjahat. bagaimana?
Tokoh 3 : betul
itu. Betul sekali. Tadinya saya mau ngomong seperti itu
Tokoh 2 : ayo, gimana? Masa kamu takut Cuma
karena dengkuran saja. Ayolah. Dalam dirimu terkandung jiwa kesatria
Tokoh 1 : baiklah kalo begitu. Tapi aku
membutuhkan jubah.
Tokoh 2 : jubah? Buat apa jubah? kau tidak
butuh jubah untuk membangunkan dia. Tohh kau kan hanya membangunkan penulis
bodoh ini dan memaksa dia menyelesaikan tulisannya. Jubah itu tidak ada
hubungannya.
Tokoh 1 : Eits. Kaka jangan sembarangan. Tugas
seorang superhero tetaplah tugas seorang superhero. Dan untuk hal ini aku
membutuhkan jubah. Superhero tanpa jubah ibarat sayur tanpa garam.
Tokoh 2 : ah, ya sudah. Baiklah. Hei kau
(kepada tokoh 3) carikan jubah untuk dia. Kalo perlu bajumu itu kau lepas dan
jadikan jubah.
Tokoh 3 : baik ka.
Tokoh 4 : Gah guh gah gauh .
Tokoh 2 : Iya, iya kamu juga boleh ikut.
(kepada tokoh 3) hei kau bawa dia juga
TOKOH 3 LALU KELUAR
PANGGUNG UNTUK MENCARI JUBAH, SEMENTARA ITU TOKOH 2 DAN 1 TERLIBAT DISKUSI BAGAIMANA NANTINYA MEMAKSA PENULIS UNTUK
MELANJUTKAN TULISANNYA.
Tokoh 2 : jadi, nanti kamu jangan lupa sebelum
meminta sesuatu kepada penulis, terlebih dahulu kamu menyembahnya, coba tiru
ucapanku “ wahai Penulis yang Agung, maafkan kelancangan hamba, bukan hamba
bermaksud lancang namun hamba hanya ingin menyampaikan sebuah permohonan
kiranya Tuan Penulis segera menyelesaikan tulisan Tuan. Besar harapan hamba
beserta para rekan agar diberikan peran yang indah dan menarik” begitu ya.
Tokoh 1 : oke, saya akan berusaha (bersujud).
Wahai Penulis yang Agung, maafkan kelancangan hamba, bukan hamba bermaksud
lancang namun hamba hanya ingin menyampaikan sebuah permohonan kiranya Tuan
Penulis segera menyelesaikan tulisan Tuan. Besar harapan hamba beserta para
rekan agar diberikan peran yang indah dan menarik”. Bagaimana? sudah bisa
seperti itu?
Tokoh 2 : Yah, lumayanlah. Nanti jika dia
terlihat kurang peduli, kau boleh menambahkan sedikit tangisan atau apalah.
Pokoknya dia harus terenyuh, sedikit berakting maksudku. Kau bisa kan.
Tokoh 1 : Akan saya usahakan kaka.
TOKOH 3 DAN 4 MEMASUKI PANGGUNG
SAMBIL MEMBAWA SARUNG.
Tokoh 3 : Kaka, aku sudah menemukan jubahnya.
coba silahkan dipakai.
Tokoh 2 : Darimana kau menemukan itu? ko ada
kotak-kotaknya?
Tokoh 4 : gah guh gah guh.
Tokoh 2 : Apa katanya, aku tidak mengerti.
Tokoh 3 : Iya, katanya kami menemukan tidak
jauh dari sini. Ada kawat memanjang dan diatasnya banyak benda-benda seperti
ini. Yasudah kami ambil saja. bagus tidak?
Tokoh 2 : oh, kalian mengambil dari jemuran?
untung kalian tidak diteriaki maling jemuran. Ya sudahlah, sekarang kau kenakan
ini dan praktikkan apa yang sudah kuajari tadi. Kau sudah siap bukan?
Tokoh 1 : Baiklah kaka, doakan aku ya.
Tokoh 2 : Doaku menyertaimu. Hei kalian berdua, temani dia juga.
Takut ada apa-apa sekedar berjaga-jaga saja.
TOKOH 1 BERJALAN MENUJU PENULIS YANG MASIH MENDENGKUR
PULAS DI MEJA KERJANYA
Tokoh 1 : (bersujud)
Wahai Penulis yang Agung, maafkan kelancangan
hamba, bukan hamba bermaksud lancang namun hamba hanya ingin menyampaikan
sebuah permohonan kiranya Tuan Penulis segera menyelesaikan tulisan Tuan. Besar
harapan hamba beserta para rekan agar diberikan peran yang indah dan menarik”
(hening
sejenak, tokoh 1, 2 dan 3 saling melihat)
(masih
bersujud)
Wahai Penulis yang Agung, maafkan kelancangan
hamba, bukan hamba bermaksud lancang namun hamba hanya ingin menyampaikan
sebuah permohonan kiranya Tuan Penulis segera menyelesaikan tulisan Tuan. Besar
harapan hamba beserta para rekan agar diberikan peran yang indah dan menarik”
Tokoh 3 : Dia tidak mendengarnya, dia masih tidur. Tuh dia masih mengeluarkan
suara saktinya. (mendengarkan suara dengkur) benar kan ? Hei adik, cobalah kau bangunkan dia.
Tokoh 4 : gah guh (berjalan ke arah penulis dan mendorongnya hingga
jatuh dari kursi)
PENULIS TERBANGUN KARENA KAGET DAN MASIH
MENGANTUK LANGSUNG MENGHAMPIRI TOKOH 4.
Penulis : (marah-marah) Hei, apa-apan kau? siapa kalian? Apa
yang kalian lakukan di rumahku?
hah,
kenapa begini ramai? kau yang mendorongku ya
Tokoh 4 : (tidak mengacuhkan penulis dan melapor pada tokoh 3) Gah
guh gah guh.
Tokoh 3 : ya, terimakasih adik. (kepada tokoh 1) dia sudah bangun.
Coba kau ulangi sekali lagi.
Tokoh 1 : yasudah aku akan mengulangnya lagi
(bersujud)
Wahai Penulis yang Agung, maafkan kelancangan
hamba, bukan hamba bermaksud lancang namun hamba hanya ingin menyampaikan
sebuah permohonan kiranya Tuan Penulis segera menyelesaikan tulisan Tuan. Besar
harapan hamba beserta para rekan agar diberikan peran yang indah dan menarik”
Penulis : Apa-apaan ini? kalian siapa? kenapa kalian ada di
rumahku? cepat pergi dari sini atau akan aku laporkan kalian pada polisi?
Tokoh 1 : apa ada yang salah
ya?
(bersujud
lebih rendah)
Wahai Penulis yang Agung, maafkan kelancangan
hamba, bukan hamba bermaksud lancang namun hamba hanya ingin menyampaikan
sebuah permohonan kiranya Tuan Penulis segera menyelesaikan tulisan Tuan. Besar
harapan hamba beserta para rekan agar diberikan peran yang indah dan menarik”
Penulis :
ayo kalian semua, keluar dari ruangan ini segera (menunjuk tokoh 2) dan kau,
apa yang kau lakukan disana? ayo kubilang keluar sekarang juga? kalian mau
merampok rumahku, Hah? (mencari benda yang bisa digunakan untuk memukul)
Tokoh 1 : Ada
yang salah ya?
Penulis : Kehadiranmu yang salah bodoh. awas kau akan
kupanggilkan polisi (meraih telefon rumah)
Ya
halo, ya benar, di rumahku ada sekelompok orang aneh. Tidak, aku tidak mengenal
mereka. Tolong segera ke rumahku. Alamatnya di “Jalan Tak Ada Ide Gang Mentok
Tanpa Nomor” ya, terimakasih. secepatnya ya Pak.
Rasakan
kalian, entah apa yang kalian lakukan di rumahku.
TERDENGAR SUARA PINTU DIKETUK, DENGAN TERGESA-GESA
PENULIS SEGERA MEMBUKAKAN PINTU. MUNCUL SESEORANG BERPENAMPILAN SEPERTI SHERIF.
THEME SONG “LUCKY LUKE”
Lucky Luke : Ho ho. Bang bang I’m Lucky Luke. Good evening. apakah ini
benar Jalan Tak ada Ide Gang Mentok Tanpa Nomor? (dengan style penuh percaya
diri, dengan sedikit eksen barat)
Penulis : Iya benar, anda siapa?
Sherif : Ho ho. Kenalkan saya adalah sherif disini. Apakah
anda yang tadi menelefon saya?
Penulis : Bukankah saya tadi menelefon polisi? kenapa anda yang
muncul? memangnya ada sherif di kota
ini? (bergumam) sakit apa ini orang?
Lucky Luke : Anda tidak mengenal saya. Nama saya Lucky Luke, saya
satu-satunya sherif yang ditakuti di kota
ini. ceritakan apa masalah anda, apakah Dalton
bersaudara merusuh di kota
ini?
Penulis : Ah, sudahlah. Entah siapa yang kau maksud dengan Dalton bersaudara. Begini
pak, keempat orang ini memasuki rumah saya tanpa izin. Dia melanggar KUHP 551.
Lucky Luke : Owh, begitu ceritanya (kepada keempat tokoh) hei , kalian ikut
saya kekantor. saya akan melakukan sedikit interogasi. (kepada penulis) dan
kau, kau juga harus ikut. Ada
beberapa pertanyaan yang harus aku ajukan. ayo sekarang kita berangkat.
Tokoh 1 : Lha, tunggu sebentar. Kenapa kami harus ikut dengan
anda, anda siapa?
Tokoh 2 : (berbisik) ssttt. Kamu jangan berkata seperti itu. Dia
itu Lucky Luke, hati-hati dengan dia. Dia itu sherif yang cukup hebat, kamu mau
ditembak dia? nanti kamu tidak jadi lahir lho. Jangan melawan dia, dia bisa
memenjarakan kita.
Lucky Luke : Apa yang kalian bisik-bisikkan hah? Ayo cepat ikut saya. hemmm. tenang saya
kalian tidak akan saya apa-apakan. Kita harus menunggu keputusan hakim
tertinggi. Tapi sebelumnya kalian harus saya borgol dulu (seraya memborgol
semua orang.
Penulis : Kenapa? kenapa saya juga harus diborgol? memangnya
saya salah? saya adalah penggugat. bukankah tadi saya yang menelefon bapak? itu
buktinya saya tidak bersalah apa-apa.
Lucky Luke : Jadi begini bro. saya itu kan seorang opsir yang menjalankan tugasnya.
dan tugas saya adalah membawa segala sesuatu yang bersangkutan. Nanti yang
memutuskan anda bersalah atau tidak itu bukan saya. Ada bagian khusus untuk menanganinya. Jadi
anda ikut saya saja. Okey.
Tokoh 2 : Saya ikut,
Tokoh 1 : Aku juga ikutlah.
Tokoh 3 : Saya ikut deh, saya tidak mau ditinggal
Tokoh 4 : gah guh gah
Sherif : Nah, anda lihat sendiri kan ? mereka saja tidak komplain. Langsung
mengikuti arahan dari saya. Jangan sampai saya menggunakan jalan kekerasan ni.
(bersiap mengeluarkan pistol dari sarung)
Penulis : hehehhee, saya kan
tidak bermaksud macam-macam.
Adegan 2
RUANG SIDANG DENGAN ORNAMEN CINA. TAMPAK
SEORANG HAKIM DENGAN SETELAN PAKAIAN HAKIM CINA, SEMENTARA DI KIRI DAN KANANNYA
TERLIHAT 2 ORANG ALGOJO DENGAN PARANG BESAR.
(Penulis dan Sherifmasuk beserta
para tokoh)
Hakim : Hahahahhah, coba dari tadi dia langsung mengakui
kesalahannya, mungkin dia tidak akan dipenggal kepalanya.
Penulis : Astaga, ada yang baru dipenggal kepalanya?
Tokoh 2 : Biarkan aku yang berbicara, kalian diam saja ya.
Tokoh 3 dan 1 : Baik kaka.
Hakim : Sidang dibuka.
Baiklah,
kalian ini siapa? silahkan perkenalkan diri kalian dan jelaskan masalahnya
dengan sejelas mungkin. Tapi sebelumnya aku ingin mendengarkan sedikit
penjelasan dari sherif. silahkan
Sherif :
Hehehehe, terimakasih yang mulia. Menurut
informasi yang saya terima, orang ini melaporkan orang-orang ini. sekian
laporan dari saya.
Maaf
yang mulia, saya masih ada tugas yang hendak dikerjakan, jika boleh, saya ingin
pamit dari tempat ini. Terimakasih yang mulia
Hakim :
Baiklah, saya mengerti. Silahkan laksanakan tugasmu dengan baik.
Penulis : Hah? apa-apaan itu? bagaimana mungkin kau mengerti apa
yang terjadi? Aku saja tidak tahu apa maksudnya. (menirukan sherif) “orang ini
melaporkan orang-orang ini”. apa-apaan itu?
Hakim : Itulah alasan kenapa bukan kau yang jadi hakim. Untuk
menjadi hakim, dibutuhkan lebih dari sekedar kemampuan mendengarkan, tetapi
juga kemampuan untuk mengefektifkan waktu. Coba kau bayangkan jika aku harus
mendengarkan semua laporan-laporan yang datang, bagaimana mungkin aku dapat
menyelesaikan semua sidang-sidang ini? masih banyak sidang yang harus aku
urusi. Belum lagi sidang tilang yang sekarang jumlahnya membludak. semua ada
caranya. Tapi karena kau terlihat tidak puas, aku memperbolehkan kau untuk
berbicara. Silahkan.
Penulis : Jadi begini yang mulia. Tapi sebelumnya, bolehkah aku
bertemu pengacaraku terlebih dahulu? karena jujur saja, saya kurang mengerti
masalah hukum.
Hakim : ah, nanti urusannya lama. kalau kau ingin mendapatkan
pengacara, kau boleh menjadi pengacara untukmu. Nah, sekarang silahkan kau
ceritakan ada masalah apa.
Penulis : (Mengguman) benar-benar aneh. Yang mulia, singkat saja,
masalahnya begini. Keempat orang ini, tidak saya kenal sama sekali, tapi
tiba-tiba mereka muncul di rumah saya. Ditambah lagi pria berbadan besar itu
menjatuhkan saya dari kursi. Menurut saya, mereka melanggar hak privasi saya
dengan memasuki pekarangan rumah tanpa izin dan melakukan tindak kekerasan
terhadap saya. begitu ceritanya Yang Mulia.
Hakim : oh, begitu ceritanya. Nah sekarang, karena kalian
berempat adalah terdakwa, maka silahkan menempati kursi terdakwa. Jelaskan apa
yang sedang kalian lakukan di rumahnya. Opsir, tolong bawa mereka ke kursi
terdakwa
Algojo : Siap Yang Mulia (seraya menuntun keempat tokoh menuju
kursi terdakwa) Ayo ikuti perintahnya.
Hakim : Sekarang aku ingin mendengarkan, apa yang kalian
lakukan di rumahnya. Kau, apa yang sedang kau lakukan di rumahnya?
Tokoh 1 : Tidak melakukan apa-apa, aku hanya sedang mengobrol
dengan kakakku.
Hakim : Dan kau apa yang sedang kau lakukan di rumahnya?
Tokoh 2 : Aku? aku tentu
saja mengobrol dengan adikku, kan
sudah dijelaskan tadi.
Hakim : Lalu kau? apa yang kau lakukan?
Tokoh 3 : Mendengarkan mereka mengobrol
Hakim : Ko begitu? dan kau, apa yang kau kerjakan disana?
tokoh 4 : gah guh, gah guh.
Hakim : Apa itu? aku tidak mengerti dia bilang apa
Tokoh 3 : Katanya, dia menemaniku mendengarkan mereka berdua
mengobrol.
Hakim : Jadi kalian bersaudara ya?
Baiklah,
saudara pendakwa, sudah anda dengarkan? mereka tidak melakukan apa-apa bukan?
tidak ada yang salah dengan tindakan mereka. Bukankah begitu?
Penulis : Apa-apaan itu? dia mengobrol, dia mendengarkan obrolan,
sedangkan dia menemani dia mendengarkan mereka mengobrol. Tentu saja hal ini
tidak bisa diterima. Bukankah mereka bisa mengobrol dimana saja? kenapa harus
di rumahku? yang menjadi pertanyaan kenapa mereka memasuki rumahku tanpa
seizinku?
Hakim : Benar, kenapa kalian harus mengobrol di rumah dia?
bukankah banyak tempat yang lebih layak untuk mengobrol selain rumahnya?
sekarang coba jelaskan lebih detail.
Tokoh 1 : Jadi begini bang, kan
aku tiba-tiba lahir di rumahnya. Aku juga tidak tahu itu dimana sebenarnya.
Nah, habis itu aku bertemu dengan kakak aku yang ini. Yasudah kami mengobrol.
Lalu dia datang (menunjuk tokoh 3) dia ikut mengobrol dan mendengarkan obrolan
kami. Habis itu, dia muncul. yasudah.
Hakim : Baiklah saya mengerti.
Penulis : Hah? bagaimana mungkin anda mengerti? entah apa yang
dia omongkan.
Tokoh 2 : (kepada hakim) maafkan saya mas, boleh saya ngomong?
Nah, jadi begini cerita yang sebenarnya. kita berempat itu lahir dari bapak
yang ini (menunjuk penulis) kami ini sedang casting untuk mendapatkan peran
dalam cerita-ceritanya. Namun, lama menunggu dia tidak kunjung menyelesaikan
ceritanya. dia malah tertidur. Jadi kita berinisiatif untuk membangunkannya
sambil memohon jika nanti kami lahir dari ruang imajinasi, kami mendapatkan
peran yang bagus, begitu toh mas. Tapi adik saya ini membangunkan dengan keras,
hingga dia terjatuh dari kursi, lantas langsung marah-marah dan melepon pak
sherif. Itu yang jadi masalah.
Hakim : Apa kubilang, saya mengerti kan ? saya tahu kalau kalian itu
imajinasi-imajinasi yang belum selesai. Tapi dasar kalian tidak sabaran, jadi
runyam begini kan
urusannya.
Penulis : Apa? apa-apan ini? astaga, kalian pasti bercanda.
Hakim : Baiklah, sekarang semuanya sudah jelas. Ternyata anda
adalah seorang penulis cerita atau biasa kami sebut sastrawan, dan mereka
berempat ini adalah tokoh-tokoh yang anda ciptakan. Nah, kira-kira bagaimana
penyelesaiannya? apakah naskah yang anda jadikan sudah selesai? kalau kiranya
sudah selesai, maka mereka pasti akan pergi dengan sendirinya.
Penulis : Aku tidak mengerti. Dan kenapa anda mengiyakannya?
Hakim : Dulu aku juga
begitu. Aku kan
juga imajinasi dari pengarangku. Demikian juga sherif yang tadi. Namun kami
semua sudah diselesaikan dan jadi tokoh dengan karakter yang jelas. Buktinya
aku sudah menjadi hakim semenjak aku dilahirkan dan itu sudah sangat lama.
Saran saya, sebaiknya anda segera menyelesaikan naskah anda, karena kalau
tidak. Kemungkinan masyarakat diluar sana
sudah mendengarkan berita ini. Belakangan ini banyak kasus ide-ide yang
terbuang. Jadi anda harus maklum jika banyak pihak yang tidak menyukai hal ini.
Tokoh 1 :
(bersujud)
Wahai Penulis yang Agung, maafkan kelancangan
hamba, bukan hamba bermaksud lancang namun hamba hanya ingin menyampaikan
sebuah permohonan kiranya Tuan Penulis segera menyelesaikan tulisan Tuan. Besar
harapan hamba beserta para rekan agar diberikan peran yang indah dan menarik”
Penulis : Astaga, apa lagi yang kau lakukan sudah berapa kali kau
bersujud dan mengatakan hal yang sama. Sepertinya aku berada dalam kumpulan
manusia-manusia stress. Lebih baik aku pergi sekarang juga. Aku hanya
membuang-bang waktu di sini.
PENULIS MELANGKAH PERGI HENDAK KELUAR DARI
PENGADILAN, NAMUN DUA ORANG ALGOJO YANG SEDARI TADI BERDIRI DI KIRI KANAN HAKIM
LANGSUNG MENCEGATNYA DENGAN PARANG BESARNYA
Hakim : Wah, anda tidak bisa berbuat begitu. Anda sedang berada
dalam sebuah pengadilan dan saya adalah hakimnya disini. Jadi anda harus
mendengarkan apa yang saya katakan.
Tokoh 1 : (berbisik) kakak, kenapa abang itu berani kepada
penulis? bukankah kata kakak, kalau penulis itu sakti, nasib kita ada di tangan
dia bukan?
Tokoh 2 : Tentu saja berbeda. Mas hakim itu kan memiliki pencipta. Lagipula dia sudah
memiliki karakter dan sudah tercipta. Tidak seperti kita yang masih
mengawang-awang.
Penulis : Jadi apa yang harus saya lakukan?
Hakim : Seandainya anda belum lahir. anggap saja anda masih di kandungan.
dan sekarang anda sudah berada di kandungan untuk kurun waktu yang sangat lama.
Tanpa adanya kepastian akan dilahirkan atau tidak. Tidak ada aborsi yang
menyebabkan anda mati secara perlahan-lahan atau saat itu juga. Nah, suatu hari
anda bertemu dengan Tuhan yang menciptakan anda. Lantas, apa yang hendak anda
inginkan darinya?
Penulis : Tentu saja saya
akan meminta segera dilahirkan atau mati sekalian.
Hakim : Nah, itu dia yang diinginkan oleh keempat tokoh ini.
Bagaimana? maukah anda? atau sudikah anda?
Penulis : Tapi, tidak segampang itu untuk menyelesaikan sebuah
karya. Kalau saat ini aku memiliki ide, tentu aku akan segera menyelesaikan
mereka dengan segera. Ini bukan salahku. Lagipula sejak kapan kita menjadi
salah karna ada tulisan yang tidak selesai. Lagipula kenapa semua karakter yang
hendak kita ciptakan jadi bisa hidup begini? itukan bukan salahku. Harusnya
kalian diam saja dan jangan membuatku semakin merasa aneh.
Hakim : Baiklah, kalau
begitu sudah saya putuskan. Mengingat semakin banyaknya karakter yang tidak
selesai dan semakin banyaknya cerita-cerita yang luntang-lantung maka kamu
harus dihukum?
Penulis : Apa? dihukum? kenapa aku harus dihukum?
Tokoh 1 : kakak, apa hakim itu benar-benar berani menghukum
penulis? bukankah dia dewa?
Tokoh 2 : Aku kurang yakin tapi sepertinya begitu. Hukum itu tidak
memandang bulu, siapa saja yang bersalah pasti akan dijatuhi hukuman.
Hakim : Mengingat
bagaimana anda menyia-nyiakan ide yang anda miliki, maka saya selaku hakim
tertinggi di sini menjatuhkan hukuman kepada anda.
Hukumannya
adalah (hening sejenak) kami akan menyita otak anda sehingga anda tidak akan
menciptakan ide-ide yang nantinya akan anda sia-siakan saja.
Penulis : apa? tidak, aku tidak mau. aku tidak mau (berontak
lari)
Hakim : Pengawal, tangkap terdakwa itu dia harus dihukum.
(Terlihat penulis berusaha lari, namun
dihalangi oleh para pengawal, sementara itu tokoh 1,2,3 dan 4 terlihat hendak
membantu menangkap penulis, namun karena rasa takut terhadap penulis malah
menghalangi gerak pengawal yang hendak menangkap penulis, dan tentunya hal
tersebut mengakibatkan penulis berhasil kabur)
Adegan
3
Suasana di rumah penulis
Penulis : (masuk dengan tergesa-gesa) aku harus segera
menyelesaikan tulisan ini sebelum para pengawal dengan parang-parang besarnya
itu datang. (seraya menghampiri mesin tik dan langsung mengetik dengan
buru-buru, dari kejauhan terdengar suara-suara teriakan mencari penulis)
ooO Selesai Ooo