Saturday 29 July 2017

Tokoh-tokoh

TOKOH-TOKOH
Karya: Sumihar Deny Tampubolon



















Bengkel Sastra Jakarta
Dilarang mementaskan naskah ini tanpa seizin dari penulis atau Bengkel Sastra Jakarta  
SUATU MALAM, DI SEBUAH KAMAR. TERDAPAT MEJA BELAJAR LENGKAP DENGAN LAMPU DUDUK. SEORANG PRIA BERPERAWAKAN 50 TAHUNAN SEDANG SIBUK MENGETIK NASKAH.  DI SUDUT PANGGUNG TERDAPAT BEBERAPA TOKOH SEDANG DUDUK DI SUATU TEMPAT LAYAKNYA DI RUANG TUNGGU. MEREKA MENGAMATI PENULIS NAMUN TIDAK MEMBERIKAN RESPON APA-APA. POSISI STATIS

Ide ide ide
Datang tiba-tiba pergi tiba-tiba
ide ide ide
Kalau tak datang aku menghayal
Ide ide ide
Kalau datang aku melamun
Ide ide ide
Di sini ide di sana ide
Ide ide ide

Penulis             : (mengetik) Di sebuah negeri yang aman dan damai, hiduplah seorang petani miskin beserta istrinya. Walaupun mereka miskin, namun mereka adalah pasangan yang saling setia. (melihat naskahnya sebentar)
                           Ah, tidak-tidak. Awalan ini tidak terlalu bagus. Sudah terlalu banyak cerita yang menceritakan sepasang suami istri yang miskin namun saling setia. Aku harus membuat ide cerita yang belum penah ditulis siapapun
                           (kembali mengetik). Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang gadis kecil. Gadis kecil ini sudah lama kehilangan ibunya. Menurut ayahnya, tidak baik jika seorang anak perempuan tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu, maka ayahnya memutuskan untuk menikah lagi. Oleh karena itu, gadis kecil tadi memiliki seorang ibu tiri. Sayangnya ibu tiri yang seharusnya memberikan kasih sayang yang tulus tidak memiliki perhatian lebih kepada si gadis kecil. Dia hanya menginginkan harta dari ayah gadis kecil tadi (berfikir sejenak).
                           Lah, ko jadi mirip Cinderela? Cinderela kan sudah diketahui hampir semua orang. Tidak-tidak, aku harus membuat cerita yang belum pernah dibayangkan oleh siapapun. Hanya cerita-cerita seperti itu yang akan menjadi legenda. Hingga nanti aku akan menjadi terkenal sebagai penulis legendaris.
                           (kembali menyalakan rokok dan mengerenyitkan dahi seolah-olah berfikir keras, memain-mainkan pulpen lalu tertidur. Tiba-tiba para tokoh yang sedari tadi diam, perlahan-lahan bergerak. Gerakan dibuat seolah-olah para tokoh sudah berada dalam posisi statis yang cukup lama)

Tokoh  1          : Bah, dari tadi nungguin penulis bodoh ini menyelesaikan naskahnya. Boro-boro selesai, kita saja belum kebagian karakter. Masa kita masih tetap kosong? Kalau tau begini, aku lebih baik cari penulis lain saja yang mampu memberikan karakter yang hidup.
Tokoh 2           : Heh, jangan begitu, hati-hati kalau ngomong lho. Kamu berani melawan penulis? Kisah kita ada di tangan dia lho. Sekali dia nulis (berlagak menulis) Kamu mendapat peran sengsara dari awal naskah hingga selesai, maka kamu tidak akan bisa melawan kehendaknya. Sengsaralah kau sampai akhir naskah. Mau begitu?
Tokoh 1           : Sengsara sampai akhir bagaimana? Coba kau lihat itu. Sedari tadi hanya berfikir. Berfikir terus. Menulis sebentar, merobek sebentar. Habis kertas jadinya, tapi naskahnya masih dalam imajinasi. Malah sepertinya kita tidak akan lahir. Tetap saja seperti ini. Menjadi patung dalam dunia abstrak.
Tokoh 3           : Sudah, sabar. Kita tunggu saja, mungkin nanti dia akan bangun, terus menyelesaikan naskah yang sedari tadi belum dia  kerjakan. Dia kan juga ingin lekas-lekas menyelesaikan naskah ini. Dengar-dengar dia itu penulis hebat. Sudah banyak naskahnya yang mendapat penghargaan. Jadi, bisa saja kali ini dia mengalami yang namanya writer blok, atau semacam kehilangan imajinasi.
                           Jadi jangan sepelekan dia.
Tokoh 2           : Iya, paling sebentar lagi dia terbangun.
Tokoh 1           : (mendengus). Ah sudahlah, lupakan saja. Aku kesal jadinya. Oh iya, apa kalian bisa membayangkan kira-kira kalian mendapat peran apa? Kalau aku, aku sangat ingin menjadi superhero, yang bisa terbang tentunya.
Tokoh 2           : Ah, kalau itu sih kita kan sama-sama tidak tahu. Tapi sepertinya aku tahu gambaran tentang kehidupan yang akan diberikan padaku nantinya.
Tokoh 1           : Bagaimana kau tahu? Kan katamu tadi kita sama-sama tidak tahu.
Tokoh 2           : Hahahahha, dasar culun. Jika kita sopan dan menghormati penulis kita, apalagi memujanya, niscaya kehidupan yang akan diberikan kepada kita adalah kehidupan yang nikmat. Karena aku selalu bersikap sopan terhadap penulis, maka dapat dipastikan, nantinya aku akan mendapat kehidupan yang sangat bahagia tentunya. hehehehhe.
Tokoh 3           : Bagaimana kau bisa tahu?
Tokoh 2           : Ya aku tahu begitu saja.
Tokoh 3           : Ya tak bisa begitu, kau harus memiliki bukti yang akurat supaya orang bisa percaya padamu.
Tokoh 2           : Kamu ini, dibilangin tidak percaya ya. Coba kamu lihat rekan kita si Aladin pada cerita 1001 malam. Dia mendapat kehidupan yang bahagia kan pada akhirnya? Itu karena dia menghormati penulisnya. Terlebih saat dia belum dilahirkan.
                           Sama saja dengan Supermen, tau kan? Dia mendapat peran yang sangat hebat. Memiliki kekuatan super, dari matanya bisa ada laser, dikenal semua orang, terus menjadi legenda.  Memiliki banyak fans. Nah, itu semua karena dia menghormati penulisnya.
Tokoh 1           : Bagaimana kau bisa tahu? Jadi dulunya supermen itu baik sama penulisnya? Tidak pernah melawan, gitu?
Tokoh 3           : Ya, bagaimana kau bisa tahu? Memangnya kau pernah ketemu dia? Jangan-jangan kamu hanya mengada-ngada saja. 
Tokoh 2           : Hahahahha, ini dia nih, ini dia calon orang-orang susah. Bagaimana kalian bisa bermimpi dapat kehidupan yang lebih baik kalo informasi saja kalian tidak up to date.
                           Memangnya kalian tidak pernah baca tabloid apa?
Tokoh 1 dan 3 : (bersamaan) Engga!
Tokoh 2           : itu dia masalahnya. Kalo kalian baca di tabloid-tabloid, atau kalau di koran-koran, kan banyak tuh tips-tips dari para selebriti kita.
                           Misalnya tips-tips disayang istri, tips-tips menghadapi pacar posesif, tips-tips pekerjaan yang cocok sesuai dengan weton, tips-tips mencari jodoh, tips-tips menjaga kebugaran, tips-tips menjaga harmonisasi antar hubungan suami istri.  Nah, ada banyak. Bagaimana mengerti ?
Tokoh 3           : Saya tidak ngerti
Tokoh 1           : Aku tak mengerti kau ngomong apa.
Tokoh 2           : Bagian mana yang kalian tidak mengerti?
Tokoh 3           : Surat kabar itu apa?
Tokoh 1           : Tips itu apa?
Tokoh 2           : Hah? Kalian tidak tahu?
Tokoh 1 dan 3: Enggak! (bersamaan)
Tokoh 2           : Ah, pantes. Kalian baru pertama kali lahir di imajinasi ya?
Tokoh 1           : Iya
Tokoh 3           : Saya juga, maksud kamu gimana? Baru pertama kali lahir? Memangnya bisa lahir berapa kali?
Tokoh 2           : Lha iya, kalian baru pertama kali lahir di dunia imajinasi. Maksud saya kalian belum pernah lahir di imajinasi penulis yang lain sebelum ini ya?
Tokoh 3           : Lahir di imajinasi penulis lain?
Tokoh 1           : Lha, memangnya bisa?
Tokoh 2           : Ya bisalah. Dengar ya, kita ini sebagai ide, lahir dan hilang bersamaan dengan imajinasi-imajinasi penulis. Ya kalau imajinasi penulisnya bagus dan dia mengerti cara mengolahnya, jadilah ide-ide itu menjadi cerita, jadilah tokoh-tokoh yang akan berperan dalam cerita. Saya saja, sudah pernah lahir di imajinasi penulis yang lain. Namun, dia tak kunjung menyelesaikan tulisannya. Makanya saya pergi dari imajinasinya dan mencari penulis lain dengan imajinasi yang lain.
                           Begini-begini saya sudah berapa kali keluar masuk imajinasi penulis. Nah, saat-saat seperti itulah saya banyak belajar, banyak baca buku, banyak bertemu teman-teman yang lain. Jadi saya tahu banyak. Tidak seperti kalian yang baru lahir. (dengan nada sombong)
                           Jadi, hitungannya saya senior di sini.
Tokoh 3           : Senior itu apa?
Tokoh 2           : Hah? Kalian juga belum tau apa itu senior?
Tokoh 3           : Engga. Kan tadi saya nanya. Kalo saya tau, saya gak mungkin nanya dong
Tokoh 2           : Kamu tau (ke tokoh 1)
Tokoh 1           : Heh? Hehehheheh (mesem-mesem)
Tokoh 2           : Mesem-mesem gak jelas.
                           Jadi denger nih. Dengerin ya. Denger gak nih (sedikit membentak)
                           Senior itu adalah orang yang lebih tua atau orang yang pengetahuannya lebih luas. Kalo kalian masih tidak tahu arti pengetahuan lebih luas itu sama saja artinya dengan lebih pintar. (sikap jumawa)
                            Nah, kalau orang yang lebih muda atau lebih bodoh atau yang kurang pintar namanya junior.
                           Dan peraturannya junior itu harus nurut sama senior. Karena senior lebih tua. Begitu peraturannya. Kalian mengerti apa tidak?
Tokoh 1           : Lha, ko begitu? Terus, kita jadi junior dong?
Tokoh 2           : Ditanya mengerti apa tidak malah nanya balik. Dijawab dong makanya
Tokoh 1           : Iya, iya kami mengerti
Tokoh 3           : Saya juga mengerti ko (tidak mau kalah)
Tokoh 1           : Jadi kita jadi junior?
Tokoh 2           : Tuh kan, masih aja nanya. Lha iya kalian jadi junior. Coba siapa duluan ada diruang imajinasi ini? Kalian atau saya?
Tokoh 3           : Iya sih, saat saya muncul sudah ada kalian berdua. Jadi saya tidak tahu siapa duluan yang hadir di ruang imajinasi ini.
Tokoh 2           : Hayo (kepada tokoh 1) antara kau dan aku, siapa duluan yang hadir diruang imajinasi ini? Jangan bohong
Tokoh 1           : (Bingung) saat saya muncul disini, kamu sudah ada. Lalu dia menyusul (menunjuk tokoh 3)
Tokoh 2           : Nah, itu artinya sayalah senior disini. Jadi kalian harus nurut sama aku .
Tokoh 1           : Ko gitu? Aku masih tidak mengerti
Tokoh 2           : Kalian ini pernah punya otak apa tidak ya? Begini,  aku kan hadir duluan, jadinya aku yang paling tua, yang paling pinter yang paling mengerti apa saja daripada kalian. Nah, kalian yang munculnya belakangan jadi adik-adikku. Begitu peraturannya. Masa kalian tidak mengerti begitu saja? Biasanya kalo orangnya pintar gampang mengerti lho.
Tokoh 1           :  Iya aku mengerti (tak mau dibilang bodoh)
Tokoh 3           : Apalagi aku, sudah mengerti dari tadi malah. Makanya saya tidak nanya. (tidak mau kalah dengan tokoh 1)
Tokoh 2           : Nah, begitu dong.Kalian berdua memang pintar. Karena kalian pintar, maka mulai sekarang panggil saya kakak ya.
Tokoh 1           :  Aku manggil kau kakak, tapi aku kan datangnya duluan dari dia (menunjuk tokoh 3), jadi dia panggil aku kakak juga?
Tokoh 2           : Iya benar itu. Kamu sudah semakin pintar. Kamu harus dipanggil kakak sama dia.
Tokoh 3           : Terus, yang manggil saya kakak siapa?
Tokoh 2           : Ya kamu berdoa saja, supaya penulis itu memikirkan tokoh lagi dalam imajinasinya. Nanti kalo masih ada tokoh yang muncul, ya dia itu yang manggil kakak ke kamu.
Tokoh 3           : Begitu ya?
                           (semangat) Semoga penulis itu memikirkan tokoh baru, jadinya ada tokoh yang akan memanggilku kakak. Hahahahaha (tertawa girang, membayangkan ada orang yang memanggilnya kakak)
  Tokoh 2         : Nah, karena aku adalah kaka kalian maka tidak ada salahnya jika kalian memijit pundakku. Aku pegal dari beberapa bulan yang lalu berpindah-pindah dari imajinasi penulis yang satu kepenulis yang lain.
Tokoh 3           : Iya kak. (memijat pundak tokoh 2) hey bantuin
Tokoh 1           : Iya, aku juga ikut memijit. (kepada tokoh 2) tapi nanti kamu pijitin aku ya, aku kan masih kakakmu
Tokoh 3           : Iya (dengan nada mengeluh) terus siapa yang bakalan mijitin saya.
Tokoh 2           : Kamu tidak boleh mengeluh. Harusnya suatu kebanggaan bagimu bisa memijit pundah kakakmu. Bukankah aku lebih tua darimu
Tokoh 3           : Iya kak. Maafkan saya
Tokoh 2           : Nah, gitu dong
                           Tapi ngomong-ngomong sampai kapan kita ada diruang imajinasi ini? Sepertinya penulisnya masih belum memiliki ide yang jelas, masa saya harus pindah ke imajinasi penulis yang lain? Saya sudah capek mencari penulis lagi.
Tokoh 1           :  Iya kak, aku juga bingung belum dapat peran apa-apa. Satu dialog pun belum diberikan. Lagipula, kenapa sih tulisan-tulisan yang sudah dia ketik itu musti dibuang dan dirobek. Tinggal nulis aja repot banget ya? Selama peran yang aku dapat menarik, ya aku tidak ada masalah apa-apa. Dia itu kan penulis. Dia itu Tuhannya, memangnya apa susahnya buat dia?
Tokoh 2           :  Penulis juga tidak sehebat itu. Kan sudah saya katakan tadi. Entah sudah berapa penulis yang saya lewati. Namun, cerita tidak kunjung usai. Kau kan baru menemui satu penulis. Jadi sabar saja dulu.

TIBA-TIBA DI PANGGUNG MUNCUL SATU KARAKTER YANG BARU. DIUSAHAKAN TEKNIK PEMUNCULAN KARAKTER YANG BARU SEOLAH-OLAH HADIR BEGITU SAJA DI PANGGUNG (HADIRNYA BUKAN DARI WING) LANGSUNG HADIR DI TENGAH-TENGAH TOKOH YANG SEDANG BERBICARA. TOKOH YANG LAIN TERKEJUT. (BISA JUGA PEMUNCULAN DARI WING. TOKOH YANG MASUK BERTINGKAH SEPERTI ORANG LINGLUNG)

Tokoh 1           : Hey, apa-apaan ini kenapa tiba-tiba ada orang lain. Siapa kau? Apa yang kau lakukan di sini? Kau membuatku kaget
Tokoh 4           : (ketakutan) ah ih, uh (berusaha berbicara, namun gagap)
Tokoh 1           : Apa? Hah, hih huh, kamu ngomong apa? Ayo yang jelas ngomongnya, kau membuatku kaget.
Tokoh 4           : Hah, hih, huh, gauh, guhhh
Tokoh 1           : (kepada tokoh 2) dia bilang apa sih?
Tokoh 2           : Hem, (berlagak bijaksana) sepertinya dia adalah tokoh keempat yang akan muncul di cerita ini. Sepertinya penulis kita memiliki tokoh yang baru untuk ceritanya
Tokoh 3           : Hore, hore, wuuuuu yeeeaaahhhhh. (menari-nari kegirangan)
                           Akhirnya ada yang memanggil kakak ke padaku. Dia lebih muda dariku bukan? Aku jadi kakaknya kan? Yeeeaaaahhhhh
Tokoh 2           : Yup itu benar adanya (masih berlagak bijaksana)
Tokoh 4           : (kebingungan) gah, gih, guhh, auuhhh
Tokoh 3           : ayo pijit punggungku, aku kakakmu. Kau harus memanggil kakak padaku. Dan karna aku lebih tua maka aku boleh menyuruhmu. Ayo pijit cepat. (menarik tangan tokoh 4 untuk memijit punggungnya)

Tokoh 4 masih kebingungan, namun karena dipaksa memijit. Antara sadar dan tak sadar dia memijit punggung tokoh 3 juga. Sementara itu tokoh 3 kegirangan karena akhirnya ada yang memanggil dia dengan sebutan kakak.

Tokoh 4           : Gah, gih guh
Tokoh 3           : (pura-pura mengerti) iya-iya aku mengerti. Kamu pasti bangga bisa memijit pundak kakakmu kan? Hahahaha. Aku dipanggil kakak

Tokoh 4 berusaha komplain. Namun suara yang muncul hanya gah, gih, guh yang tak dimengerti tokoh lain

Tokoh 3           : Hei, bagaimana kau melakukan itu?guh, gah, guh guh guh gih?
                           Hahahaha, kamu memang lucu. Ayo teruskan memijit pundak kaka. Hahahhaha

TOKOH 4 MASIH BERUSAHA KOMPLAIN. NAMUN LAGI-LAGI YANG MUNCUL HANYA SUARA GAH, GIH, GUH DITAMBAH GESTURE YANG LUCU DARI TOKOH 4. SEHINGGA TOKOH YANG YANG LAIN MALAH MENTERTAWAKAN TINGKAH LAKUNYA.  PUTUS ASA, TOKOH 4 PUN MENGGEBRAK KURSI DAN MENUNJUKKAN EKSPRESI MARAH.
Tokoh 4           : Guh, gah, guh, gah, gah (Dengan ekspresi kemarahan yang luar biasa, namun gesture masih tetap lucu)
Tokoh 3              : (berbisik), lho. Ko dia bisa marah? Bukankah dia harus nurut pada kita? Kita kan kakaknya?
Tokoh 2              : (masih berbisik) Entahlah, aku belum pernah tahu ada tokoh yang berani melawan tokoh yang lebih senior. Coba kamu tanyakan ada apa dengan dia.
Tokoh 1           : Heh, aku tak berani. Tidak kau lihat badannya yang besar? Bisa-bisa aku ditonjok nanti. Eh kau (pada tokoh 3) kau kan yang membuatnya marah, coba kau tanya apa  maunya dia
Tokoh 3           : Ah, aku tak berani. Apa tidak kau lihat, sekali pukul, kursi itu langsung rusak

SAMBIL BERDISKUSI, TOKOH 4 YANG BERBADAN BESAR BERJALAN IBARAT RAKSASA MENUJU KE KUMPULAN TOKOH YANG SEDANG BERDISKUSI, SAMBIL SESEKALI MENGGEBRAK KURSI YANG MENGHALANGI JALANNYA. TOKOH 1, 2 DAN 3, DISKUSI SAMBIL BERJALAN MUNDUR KETAKUTAN MENGHINDARI TOKOH 4

Tokoh 2           : Iya benar itu. Ayo cepat tanyakan kenapa dia seperti itu. Atau kamu minta maaf saja, cepat
Tokoh 3           : Iya, iya (dengan gugup)
                           (kepada tokoh 4) hei. Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu marah. Tapi memang begitulah peraturannya. Maafkan aku ya.
Tokoh 4           : Guh gah gah guhhhhh (masih dengan ekspresi marah)
Tokoh 3           : Bagaimana ini (kepada tokoh 1 dan 2)
Tokoh 1           : Ayo minta maaf lagi, dengan lebih serius. Kalau tidak kita bisa dihajar sama dia.
TOKOH 3 KEMBALI MEMINTA MAAF, NAMUN LAGI-LAGI, TOKOH 4 MALAH MARAH DAN MELEMPAR KURSI TOKOH 3 MENGADUH DAN KETAKUTAN
Tokoh 2           : Sepertinya senior harus turun tangan. Look and learn (pada tokoh 1 dan 3)
                        (mengambil permen lolipop dan mengemutnya) ehm, enak. Ehmmm, enak sekali. Kamu mau (memberikan permen yang satu lagi pada tokoh 4)
Tokoh 4           : Guh… Gahh.. (nada penasaran)
Tokoh 2           : Nih, enak ko. Tidak ada racun.
TOKOH 4 DENGAN TAKUT-TAKUT MENGAMBIL LOLIPOP YANG DIBERIKAN TOKOH 2, MEMAKANNYA DAN SEPERTINYA DIA SUKA
Tokoh 4           : KAAAAAKAAAAAA!!!!! (memanggil kaka pada tokoh 2)
Tokoh 2           : apa kubilang. Masalah seperti ini memang harus diselesaikan oleh senior (kepada tokoh 1 dan 3)
Tokoh 3           : Akhirnya jiwaku terselamatkan. Fiuhhh
Tokoh 2           :  Oke, oke.. oke..kalian sudah lihat kehebatanku bukan? Itulah bukti kesenioranku. Nah sekarang, sebagai senior tentunya. Aku ingin kalian membantuku
Tokoh 3           : Hah ? membantu? Membantu apa kak? Kami pasti akan membantu kaka senior
Tokoh 1           : Ya, itu pasti. Kami akan membantu
Tokoh 4           : (masih mengemut permen) guh gah
Tokoh 2           : Begini. Kalian tentu tahu, kalau aku sudah sangat bosan berada dalam dunia imajinasi ini. Aku sudah bosan mencari penulis-penulis yang kelak membawaku kedalam ceritanya. Nah sekarang. Aku ingin kalian memanggilkan penulis itu padaku. Bawakan dia padaku. Aku ingin dia secepatnya menyelesaikan tulisan ini.
Tokoh 3           : Tapi kak? Dia kan penulis. Dia itu dewa. Bagaimana kalau nanti dia mengutuk kita?
Tokoh 2           : Ah, kalian ini tahu apa? Walaupun dia dewa, walaupun dia penulis. Tapi lihat. Sedari tadi dia hanya tidur. Sebentar menghayal, sebentar ganti posisi, sebentar tidur, sebentar terkentut (dengan nada kesal).
Tokoh 1           : Tapi bagaimana kalau nanti dia memberikan kita cerita yang menyedihkan?
Tokoh 2           : Nah, itu dia, yang akan kita lakukan adalah memaksanya untuk membuatkan cerita dengan ending yang menarik dan setiap dari kita mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Aku ingin seperti superhero. Kalau kita memaksanya. Kemungkinan dia akan menuruti kemauan kita. Bagaimana? Apakah kalian setuju
Tokoh 3           : Tapi aku tidak berani kakak, coba lihat bahkan dalam tidurpun dia masih mengeluarkan suara saktinya (menunjuk kepada penulis yang tidur mendengkur)
Tokoh 2           : Bodoh. Itu kan dengkuran
Tokoh 1           : Aku juga kurang berani. Aku tidak sanggup memikirkan apa yang akan dia lakukan kepada kita jika kita berani melawannya.
Tokoh 2           : Ahhhhh, sudahlah. Memangnya kamu tidak mau menjadi superhero? Menjadi tokoh yang bisa terbang? Yang membasmi kejahatan? Yang dipuja-puja setiap orang. Percayalah padaku, kalau kita tidak melakukan ini. Naskah ini tidak akan selesai dan lagipula bisa saja kita mendapat peran yang buruk. Tidak mustahil kan kalau tiba-tiba kau mendapat peran menjadi pengemis miskin yang hidup di kolong jembatan. Memangnya kamu mau? Tentu tidak bukan?
Tokoh 1           : ehm, ehm, em. Sebenarnya aku juga takut mendapatkan peran yang seperti itu. Aku hanya ingin menjadi superhero. Tapi benar juga. Tidak tertutup kemungkinan dia memberikan kita peran yang buruk.
                           Tapi aku tidak berani menggangu penulis
Tokoh 2           : ah, kau memang pengecut. Katanya mau menjadi superhero. Hei kamu (menunjuk tokoh 4) bagaimana dengan kamu. Apakah kamu sama penakutnya dengan dia? Apa kamu mau tetap seperti sekarang ini?
Tokoh 4           :  gah, guh, gah guh (menunjuk permennya, seolah-olah mau meminta permen lagi)
Tokoh 2           : iya. Iya nanti aku berikan lagi yang penting kamu mendukungku tidak
Tokoh 4           : Gah guh gah guh (menyatakan setuju dan ekspresi senang)
Tokoh 2           : huh, jadi yang mendukungku hanya dia? Itupun karna permen. Jadi kalian berdua bagaimana? (pada tokoh 1 dan 3) Apakah kalian akan tetap tidak mau? Memangnya kalian tidak malu kalah sama dia (menunjuk tokoh 4 )
Tokoh 3              Katamu kamu mau jadi superhero. Ayo harus dibiasakan dari sekarang dulu. Jadi nantinya jika kamu sudah mendapatkan peran superhero maka kamu tidak kaget lagi. Superhero itu selalu mengutamakan kepentingan umum.
Tokoh 1           : Lha, apa hubungan obsesiku menjadi superhero dengan membangunkan dia dari tidurnya? Itu sama sekali tidak berhubungan. Kalian hanya mengada-ada supaya aku terpedaya dan mau mengorbankan diri. Iya kan?
Tokoh 2           : alaaahhh. Bukan itu maksudku. Kau kan ingin jadi superhero. Nah, menjadi superhero berarti menjadi tokoh yang berani mengorbankan kepentingan diri sendiri demi kepentingan orang lain. Oleh karena itu kau harus membiasakan diri mulai dari sekarang. Dan siapa tau nanti penulis bodoh ini melihat potensi superhero dalam dirimu dan menjadikanmu sebagai superhero. Bagaimana? semuanya itu harus ada awalannya. Jika jiwa superheromu mulai dipupuk dari sekarang, maka kemungkinan besar, kau akan menjadi superhero beneran. Jika nanti kau terlahir, maka kau akan terlahir sebagai superhero sungguhan, memiliki kekuatan super, memiliki banyak fans, dan kau akan mengalahkan para penjahat. bagaimana?
Tokoh 3           :  betul itu. Betul sekali. Tadinya saya mau ngomong seperti itu
Tokoh 2           : ayo, gimana? Masa kamu takut Cuma karena dengkuran saja. Ayolah. Dalam dirimu terkandung jiwa kesatria
Tokoh 1           : baiklah kalo begitu. Tapi aku membutuhkan jubah.
Tokoh 2           : jubah? Buat apa jubah? kau tidak butuh jubah untuk membangunkan dia. Tohh kau kan hanya membangunkan penulis bodoh ini dan memaksa dia menyelesaikan tulisannya. Jubah itu tidak ada hubungannya.
Tokoh 1           : Eits. Kaka jangan sembarangan. Tugas seorang superhero tetaplah tugas seorang superhero. Dan untuk hal ini aku membutuhkan jubah. Superhero tanpa jubah ibarat sayur  tanpa garam.
Tokoh 2           : ah, ya sudah. Baiklah. Hei kau (kepada tokoh 3) carikan jubah untuk dia. Kalo perlu bajumu itu kau lepas dan jadikan jubah.
Tokoh 3           : baik ka.
Tokoh 4           : Gah guh gah gauh .
Tokoh 2           : Iya, iya kamu juga boleh ikut. (kepada tokoh 3) hei kau bawa dia juga

TOKOH 3 LALU KELUAR PANGGUNG UNTUK MENCARI JUBAH, SEMENTARA ITU TOKOH 2 DAN 1 TERLIBAT DISKUSI BAGAIMANA NANTINYA MEMAKSA PENULIS UNTUK MELANJUTKAN TULISANNYA.
Tokoh 2           : jadi, nanti kamu jangan lupa sebelum meminta sesuatu kepada penulis, terlebih dahulu kamu menyembahnya, coba tiru ucapanku “ wahai Penulis yang Agung, maafkan kelancangan hamba, bukan hamba bermaksud lancang namun hamba hanya ingin menyampaikan sebuah permohonan kiranya Tuan Penulis segera menyelesaikan tulisan Tuan. Besar harapan hamba beserta para rekan agar diberikan peran yang indah dan menarik” begitu ya.
Tokoh 1           : oke, saya akan berusaha (bersujud). Wahai Penulis yang Agung, maafkan kelancangan hamba, bukan hamba bermaksud lancang namun hamba hanya ingin menyampaikan sebuah permohonan kiranya Tuan Penulis segera menyelesaikan tulisan Tuan. Besar harapan hamba beserta para rekan agar diberikan peran yang indah dan menarik”. Bagaimana? sudah bisa seperti itu?
Tokoh 2           : Yah, lumayanlah. Nanti jika dia terlihat kurang peduli, kau boleh menambahkan sedikit tangisan atau apalah. Pokoknya dia harus terenyuh, sedikit berakting maksudku. Kau bisa kan.
Tokoh 1           : Akan saya usahakan kaka.

TOKOH 3 DAN 4 MEMASUKI PANGGUNG SAMBIL MEMBAWA SARUNG.
Tokoh 3           : Kaka, aku sudah menemukan jubahnya. coba silahkan dipakai.
Tokoh 2           : Darimana kau menemukan itu? ko ada kotak-kotaknya?
Tokoh 4           : gah guh gah guh.
Tokoh 2           : Apa katanya, aku tidak mengerti.
Tokoh 3           : Iya, katanya kami menemukan tidak jauh dari sini. Ada kawat memanjang dan diatasnya banyak benda-benda seperti ini. Yasudah kami ambil saja. bagus tidak?
Tokoh 2           : oh, kalian mengambil dari jemuran? untung kalian tidak diteriaki maling jemuran. Ya sudahlah, sekarang kau kenakan ini dan praktikkan apa yang sudah kuajari tadi. Kau sudah siap bukan?
Tokoh 1           : Baiklah kaka, doakan aku ya.
Tokoh 2           : Doaku menyertaimu. Hei kalian berdua, temani dia juga. Takut ada apa-apa sekedar berjaga-jaga saja.

TOKOH 1 BERJALAN MENUJU PENULIS YANG MASIH MENDENGKUR PULAS DI MEJA KERJANYA

Tokoh 1           : (bersujud)
                           Wahai Penulis yang Agung, maafkan kelancangan hamba, bukan hamba bermaksud lancang namun hamba hanya ingin menyampaikan sebuah permohonan kiranya Tuan Penulis segera menyelesaikan tulisan Tuan. Besar harapan hamba beserta para rekan agar diberikan peran yang indah dan menarik”
                           (hening sejenak, tokoh 1, 2 dan 3 saling melihat)
                           (masih bersujud)
                           Wahai Penulis yang Agung, maafkan kelancangan hamba, bukan hamba bermaksud lancang namun hamba hanya ingin menyampaikan sebuah permohonan kiranya Tuan Penulis segera menyelesaikan tulisan Tuan. Besar harapan hamba beserta para rekan agar diberikan peran yang indah dan menarik”
Tokoh 3           : Dia tidak mendengarnya, dia masih tidur. Tuh dia masih mengeluarkan suara saktinya. (mendengarkan suara dengkur) benar kan? Hei adik, cobalah kau bangunkan dia.
Tokoh 4           : gah guh (berjalan ke arah penulis dan mendorongnya hingga jatuh dari kursi)

PENULIS TERBANGUN KARENA KAGET DAN MASIH MENGANTUK LANGSUNG MENGHAMPIRI TOKOH 4.
Penulis             : (marah-marah) Hei, apa-apan kau? siapa kalian? Apa yang kalian lakukan di rumahku?
                           hah, kenapa begini ramai? kau yang mendorongku ya
Tokoh 4           : (tidak mengacuhkan penulis dan melapor pada tokoh 3) Gah guh gah guh.
Tokoh 3           : ya, terimakasih adik. (kepada tokoh 1) dia sudah bangun. Coba kau ulangi sekali lagi.
Tokoh 1           : yasudah aku akan mengulangnya lagi
                           (bersujud)
                           Wahai Penulis yang Agung, maafkan kelancangan hamba, bukan hamba bermaksud lancang namun hamba hanya ingin menyampaikan sebuah permohonan kiranya Tuan Penulis segera menyelesaikan tulisan Tuan. Besar harapan hamba beserta para rekan agar diberikan peran yang indah dan menarik”
Penulis             : Apa-apaan ini? kalian siapa? kenapa kalian ada di rumahku? cepat pergi dari sini atau akan aku laporkan kalian pada polisi?
Tokoh 1           : apa ada  yang salah ya?
                           (bersujud lebih rendah)
                           Wahai Penulis yang Agung, maafkan kelancangan hamba, bukan hamba bermaksud lancang namun hamba hanya ingin menyampaikan sebuah permohonan kiranya Tuan Penulis segera menyelesaikan tulisan Tuan. Besar harapan hamba beserta para rekan agar diberikan peran yang indah dan menarik”
 Penulis            : ayo kalian semua, keluar dari ruangan ini segera (menunjuk tokoh 2) dan kau, apa yang kau lakukan disana? ayo kubilang keluar sekarang juga? kalian mau merampok rumahku, Hah? (mencari benda yang bisa digunakan untuk memukul)
Tokoh 1           : Ada yang salah ya?
Penulis             : Kehadiranmu yang salah bodoh. awas kau akan kupanggilkan polisi (meraih telefon rumah)
                           Ya halo, ya benar, di rumahku ada sekelompok orang aneh. Tidak, aku tidak mengenal mereka. Tolong segera ke rumahku. Alamatnya di “Jalan Tak Ada Ide Gang Mentok Tanpa Nomor” ya, terimakasih. secepatnya ya Pak.
                           Rasakan kalian, entah apa yang kalian lakukan di rumahku.

TERDENGAR SUARA PINTU DIKETUK, DENGAN TERGESA-GESA PENULIS SEGERA MEMBUKAKAN PINTU. MUNCUL SESEORANG BERPENAMPILAN SEPERTI SHERIF. THEME SONG “LUCKY LUKE”

Lucky Luke     : Ho ho. Bang bang I’m Lucky Luke. Good evening. apakah ini benar Jalan Tak ada Ide Gang Mentok Tanpa Nomor? (dengan style penuh percaya diri, dengan sedikit eksen barat)
Penulis             : Iya benar, anda siapa?
Sherif              : Ho ho. Kenalkan saya adalah sherif disini. Apakah anda yang tadi menelefon saya?
Penulis             : Bukankah saya tadi menelefon polisi? kenapa anda yang muncul? memangnya ada sherif di kota ini? (bergumam) sakit apa ini orang?
Lucky Luke     : Anda tidak mengenal saya. Nama saya Lucky Luke, saya satu-satunya sherif yang ditakuti di kota ini. ceritakan apa masalah anda, apakah Dalton bersaudara merusuh di kota ini?
Penulis             : Ah, sudahlah. Entah siapa yang kau maksud dengan Dalton bersaudara. Begini pak, keempat orang ini memasuki rumah saya tanpa izin.  Dia melanggar KUHP 551.
Lucky Luke     : Owh, begitu ceritanya (kepada keempat tokoh) hei , kalian ikut saya kekantor. saya akan melakukan sedikit interogasi. (kepada penulis) dan kau, kau juga harus ikut. Ada beberapa pertanyaan yang harus aku ajukan. ayo sekarang kita berangkat.
Tokoh 1           : Lha, tunggu sebentar. Kenapa kami harus ikut dengan anda, anda siapa?
Tokoh 2           : (berbisik) ssttt. Kamu jangan berkata seperti itu. Dia itu Lucky Luke, hati-hati dengan dia. Dia itu sherif yang cukup hebat, kamu mau ditembak dia? nanti kamu tidak jadi lahir lho. Jangan melawan dia, dia bisa memenjarakan kita.
Lucky Luke     : Apa yang kalian bisik-bisikkan hah?  Ayo cepat ikut saya. hemmm. tenang saya kalian tidak akan saya apa-apakan. Kita harus menunggu keputusan hakim tertinggi. Tapi sebelumnya kalian harus saya borgol dulu (seraya memborgol semua orang.
Penulis             : Kenapa? kenapa saya juga harus diborgol? memangnya saya salah? saya adalah penggugat. bukankah tadi saya yang menelefon bapak? itu buktinya saya tidak bersalah apa-apa.
Lucky Luke     : Jadi begini bro. saya itu kan seorang opsir yang menjalankan tugasnya. dan tugas saya adalah membawa segala sesuatu yang bersangkutan. Nanti yang memutuskan anda bersalah atau tidak itu bukan saya. Ada bagian khusus untuk menanganinya. Jadi anda ikut saya saja. Okey.
Tokoh 2           : Saya ikut,
Tokoh 1           : Aku juga ikutlah.
Tokoh 3           : Saya ikut deh, saya tidak mau ditinggal
Tokoh 4            : gah guh gah
Sherif              : Nah, anda lihat sendiri kan? mereka saja tidak komplain. Langsung mengikuti arahan dari saya. Jangan sampai saya menggunakan jalan kekerasan ni. (bersiap mengeluarkan pistol dari sarung)
Penulis             : hehehhee, saya kan tidak bermaksud macam-macam.

Adegan 2
RUANG SIDANG DENGAN ORNAMEN CINA. TAMPAK SEORANG HAKIM DENGAN SETELAN PAKAIAN HAKIM CINA, SEMENTARA DI KIRI DAN KANANNYA TERLIHAT 2 ORANG ALGOJO DENGAN PARANG BESAR. 

(Penulis dan Sherifmasuk beserta para tokoh)
Hakim             : Hahahahhah, coba dari tadi dia langsung mengakui kesalahannya, mungkin dia tidak akan dipenggal kepalanya.
Penulis             : Astaga, ada yang baru dipenggal kepalanya?
Tokoh 2           : Biarkan aku yang berbicara, kalian diam saja ya.
Tokoh 3 dan 1 : Baik kaka.
Hakim             : Sidang dibuka.
                           Baiklah, kalian ini siapa? silahkan perkenalkan diri kalian dan jelaskan masalahnya dengan sejelas mungkin. Tapi sebelumnya aku ingin mendengarkan sedikit penjelasan dari sherif. silahkan
 Sherif             : Hehehehe, terimakasih yang mulia. Menurut informasi yang saya terima, orang ini melaporkan orang-orang ini. sekian laporan dari saya.
                           Maaf yang mulia, saya masih ada tugas yang hendak dikerjakan, jika boleh, saya ingin pamit dari tempat ini. Terimakasih yang mulia
Hakim             : Baiklah, saya mengerti. Silahkan laksanakan tugasmu dengan baik.
Penulis             : Hah? apa-apaan itu? bagaimana mungkin kau mengerti apa yang terjadi? Aku saja tidak tahu apa maksudnya. (menirukan sherif) “orang ini melaporkan orang-orang ini”. apa-apaan itu?
Hakim             : Itulah alasan kenapa bukan kau yang jadi hakim. Untuk menjadi hakim, dibutuhkan lebih dari sekedar kemampuan mendengarkan, tetapi juga kemampuan untuk mengefektifkan waktu. Coba kau bayangkan jika aku harus mendengarkan semua laporan-laporan yang datang, bagaimana mungkin aku dapat menyelesaikan semua sidang-sidang ini? masih banyak sidang yang harus aku urusi. Belum lagi sidang tilang yang sekarang jumlahnya membludak. semua ada caranya. Tapi karena kau terlihat tidak puas, aku memperbolehkan kau untuk berbicara. Silahkan.
Penulis             : Jadi begini yang mulia. Tapi sebelumnya, bolehkah aku bertemu pengacaraku terlebih dahulu? karena jujur saja, saya kurang mengerti masalah hukum.
Hakim             : ah, nanti urusannya lama. kalau kau ingin mendapatkan pengacara, kau boleh menjadi pengacara untukmu. Nah, sekarang silahkan kau ceritakan ada masalah apa.
Penulis             : (Mengguman) benar-benar aneh. Yang mulia, singkat saja, masalahnya begini. Keempat orang ini, tidak saya kenal sama sekali, tapi tiba-tiba mereka muncul di rumah saya. Ditambah lagi pria berbadan besar itu menjatuhkan saya dari kursi. Menurut saya, mereka melanggar hak privasi saya dengan memasuki pekarangan rumah tanpa izin dan melakukan tindak kekerasan terhadap saya. begitu ceritanya Yang Mulia.
Hakim             : oh, begitu ceritanya. Nah sekarang, karena kalian berempat adalah terdakwa, maka silahkan menempati kursi terdakwa. Jelaskan apa yang sedang kalian lakukan di rumahnya. Opsir, tolong bawa mereka ke kursi terdakwa
Algojo             : Siap Yang Mulia (seraya menuntun keempat tokoh menuju kursi terdakwa) Ayo ikuti perintahnya.
Hakim             : Sekarang aku ingin mendengarkan, apa yang kalian lakukan di rumahnya. Kau, apa yang sedang kau lakukan di rumahnya? 
Tokoh 1           : Tidak melakukan apa-apa, aku hanya sedang mengobrol dengan kakakku. 
Hakim             : Dan kau apa yang sedang kau lakukan di rumahnya?
Tokoh 2           : Aku? aku tentu saja mengobrol dengan adikku, kan sudah dijelaskan tadi.
Hakim             : Lalu kau? apa yang kau lakukan?
Tokoh 3           : Mendengarkan mereka mengobrol
Hakim             : Ko begitu? dan kau, apa yang kau kerjakan disana?
tokoh 4            : gah guh, gah guh.
Hakim             : Apa itu? aku tidak mengerti dia bilang apa
Tokoh 3           : Katanya, dia menemaniku mendengarkan mereka berdua mengobrol.
Hakim             : Jadi kalian bersaudara ya?
                           Baiklah, saudara pendakwa, sudah anda dengarkan? mereka tidak melakukan apa-apa bukan? tidak ada yang salah dengan tindakan mereka. Bukankah begitu?
Penulis             : Apa-apaan itu? dia mengobrol, dia mendengarkan obrolan, sedangkan dia menemani dia mendengarkan mereka mengobrol. Tentu saja hal ini tidak bisa diterima. Bukankah mereka bisa mengobrol dimana saja? kenapa harus di rumahku? yang menjadi pertanyaan kenapa mereka memasuki rumahku tanpa seizinku?
Hakim             : Benar, kenapa kalian harus mengobrol di rumah dia? bukankah banyak tempat yang lebih layak untuk mengobrol selain rumahnya? sekarang coba jelaskan lebih detail.
Tokoh 1           : Jadi begini bang, kan aku tiba-tiba lahir di rumahnya. Aku juga tidak tahu itu dimana sebenarnya. Nah, habis itu aku bertemu dengan kakak aku yang ini. Yasudah kami mengobrol. Lalu dia datang (menunjuk tokoh 3) dia ikut mengobrol dan mendengarkan obrolan kami. Habis itu, dia muncul. yasudah.
Hakim             : Baiklah saya mengerti.
Penulis             : Hah? bagaimana mungkin anda mengerti? entah apa yang dia omongkan.
Tokoh 2           : (kepada hakim) maafkan saya mas, boleh saya ngomong? Nah, jadi begini cerita yang sebenarnya. kita berempat itu lahir dari bapak yang ini (menunjuk penulis) kami ini sedang casting untuk mendapatkan peran dalam cerita-ceritanya. Namun, lama menunggu dia tidak kunjung menyelesaikan ceritanya. dia malah tertidur. Jadi kita berinisiatif untuk membangunkannya sambil memohon jika nanti kami lahir dari ruang imajinasi, kami mendapatkan peran yang bagus, begitu toh mas. Tapi adik saya ini membangunkan dengan keras, hingga dia terjatuh dari kursi, lantas langsung marah-marah dan melepon pak sherif. Itu yang jadi masalah.
Hakim             : Apa kubilang, saya mengerti kan? saya tahu kalau kalian itu imajinasi-imajinasi yang belum selesai. Tapi dasar kalian tidak sabaran, jadi runyam begini kan urusannya.
Penulis             : Apa? apa-apan ini? astaga, kalian pasti bercanda.
Hakim             : Baiklah, sekarang semuanya sudah jelas. Ternyata anda adalah seorang penulis cerita atau biasa kami sebut sastrawan, dan mereka berempat ini adalah tokoh-tokoh yang anda ciptakan. Nah, kira-kira bagaimana penyelesaiannya? apakah naskah yang anda jadikan sudah selesai? kalau kiranya sudah selesai, maka mereka pasti akan pergi dengan sendirinya.
Penulis             : Aku tidak mengerti. Dan kenapa anda mengiyakannya?
Hakim             :  Dulu aku juga begitu. Aku kan juga imajinasi dari pengarangku. Demikian juga sherif yang tadi. Namun kami semua sudah diselesaikan dan jadi tokoh dengan karakter yang jelas. Buktinya aku sudah menjadi hakim semenjak aku dilahirkan dan itu sudah sangat lama. Saran saya, sebaiknya anda segera menyelesaikan naskah anda, karena kalau tidak. Kemungkinan masyarakat diluar sana sudah mendengarkan berita ini. Belakangan ini banyak kasus ide-ide yang terbuang. Jadi anda harus maklum jika banyak pihak yang tidak menyukai hal ini.
 Tokoh 1          : (bersujud)
                           Wahai Penulis yang Agung, maafkan kelancangan hamba, bukan hamba bermaksud lancang namun hamba hanya ingin menyampaikan sebuah permohonan kiranya Tuan Penulis segera menyelesaikan tulisan Tuan. Besar harapan hamba beserta para rekan agar diberikan peran yang indah dan menarik”
Penulis             : Astaga, apa lagi yang kau lakukan sudah berapa kali kau bersujud dan mengatakan hal yang sama. Sepertinya aku berada dalam kumpulan manusia-manusia stress. Lebih baik aku pergi sekarang juga. Aku hanya membuang-bang waktu di sini.
PENULIS MELANGKAH PERGI HENDAK KELUAR DARI PENGADILAN, NAMUN DUA ORANG ALGOJO YANG SEDARI TADI BERDIRI DI KIRI KANAN HAKIM LANGSUNG MENCEGATNYA DENGAN PARANG BESARNYA
Hakim             : Wah, anda tidak bisa berbuat begitu. Anda sedang berada dalam sebuah pengadilan dan saya adalah hakimnya disini. Jadi anda harus mendengarkan apa yang saya katakan.
Tokoh 1           : (berbisik) kakak, kenapa abang itu berani kepada penulis? bukankah kata kakak, kalau penulis itu sakti, nasib kita ada di tangan dia bukan?
Tokoh 2           : Tentu saja berbeda. Mas hakim itu kan memiliki pencipta. Lagipula dia sudah memiliki karakter dan sudah tercipta. Tidak seperti kita yang masih mengawang-awang.
Penulis             : Jadi apa yang harus saya lakukan?
Hakim             : Seandainya anda belum lahir. anggap saja anda masih di kandungan. dan sekarang anda sudah berada di kandungan untuk kurun waktu yang sangat lama. Tanpa adanya kepastian akan dilahirkan atau tidak. Tidak ada aborsi yang menyebabkan anda mati secara perlahan-lahan atau saat itu juga. Nah, suatu hari anda bertemu dengan Tuhan yang menciptakan anda. Lantas, apa yang hendak anda inginkan darinya?
Penulis             :  Tentu saja saya akan meminta segera dilahirkan atau mati sekalian.
Hakim             : Nah, itu dia yang diinginkan oleh keempat tokoh ini. Bagaimana? maukah anda? atau sudikah anda?
Penulis             : Tapi, tidak segampang itu untuk menyelesaikan sebuah karya. Kalau saat ini aku memiliki ide, tentu aku akan segera menyelesaikan mereka dengan segera. Ini bukan salahku. Lagipula sejak kapan kita menjadi salah karna ada tulisan yang tidak selesai. Lagipula kenapa semua karakter yang hendak kita ciptakan jadi bisa hidup begini? itukan bukan salahku. Harusnya kalian diam saja dan jangan membuatku semakin merasa aneh.
Hakim             :  Baiklah, kalau begitu sudah saya putuskan. Mengingat semakin banyaknya karakter yang tidak selesai dan semakin banyaknya cerita-cerita yang luntang-lantung maka kamu harus dihukum?
Penulis             : Apa? dihukum? kenapa aku harus dihukum?
Tokoh 1           : kakak, apa hakim itu benar-benar berani menghukum penulis? bukankah dia dewa?
Tokoh 2           : Aku kurang yakin tapi sepertinya begitu. Hukum itu tidak memandang bulu, siapa saja yang bersalah pasti akan dijatuhi hukuman.
Hakim             :  Mengingat bagaimana anda menyia-nyiakan ide yang anda miliki, maka saya selaku hakim tertinggi di sini menjatuhkan hukuman kepada anda.
                           Hukumannya adalah (hening sejenak) kami akan menyita otak anda sehingga anda tidak akan menciptakan ide-ide yang nantinya akan anda sia-siakan saja. 
Penulis             : apa? tidak, aku tidak mau. aku tidak mau (berontak lari)
Hakim             : Pengawal, tangkap terdakwa itu dia harus dihukum.
(Terlihat penulis berusaha lari, namun dihalangi oleh para pengawal, sementara itu tokoh 1,2,3 dan 4 terlihat hendak membantu menangkap penulis, namun karena rasa takut terhadap penulis malah menghalangi gerak pengawal yang hendak menangkap penulis, dan tentunya hal tersebut mengakibatkan penulis berhasil kabur)

Adegan 3
Suasana di rumah penulis
Penulis             : (masuk dengan tergesa-gesa) aku harus segera menyelesaikan tulisan ini sebelum para pengawal dengan parang-parang besarnya itu datang. (seraya menghampiri mesin tik dan langsung mengetik dengan buru-buru, dari kejauhan terdengar suara-suara teriakan mencari penulis)

ooO Selesai Ooo


Anugerah

Dari pinggiran trotoar yang kehilangan hangatnya matahari, seorang anak menangis setengah mengigil. Beberapa keping uang receh digenggaman...